Vonis Mati

Aku baru sadar, ternyata kematian itu sangat dekat dengan kita. Kemarin aku baru saja menjenguk seorang teman dirumah sakit, dia mengalami luka yang cukup parah dan pendarahan pada otaknya akibat kecelakaan motor beberapa hari yang lalu. Belum lagi bayangan wajahnya yang kaku tak bergerak hilang dari benakku, pagi ini aku mendengar bahwa dia telah meninggal dunia. Innalillah wa inna ilaihi roji’un ( sesungguhnya kita hanyalah milik allah, dan hanya padanya kita akan dikembalikan). Tak ada seorangpun yang dapat menghindarkan dirinya dari kematian. Bahkan nabi sekalipun. Siap tidak siap, mau tidak mau ia akan datang menghampiri kita. Kematian begitu dekat kawan, sudah siapkah anda mengalaminya? Sudahkah kita memiliki bekal yang cukup untuk kita bawa menghadap sang khalik? Tahukah anda, bahwa setiap jiwa yang lahir didunia ini telah divonis untuk mati? Itu adalah sebuah kepastian bagi setiap insan yang bernyawa. Seperti yang telah allah terangkan dalam Al-Qur’an bahwa “Setiap yang yang berjiwa akan merasakan mati.. (Qs. Al-imran:185).

Sang Mentari

Aku mendengar berjuta cerita tentang senja.

Ia akan selalu menyisakan cahaya-cahaya jingga dibalik lautan biru.

Rasanya petang sudah mulai mengantuk.

Akankah kamu bangun di esok hari?

Mentari, tak akan pernah lelah menyinari tiap-tiap hati yang lelah,

Ia akan terus memancarkan sinarnya dengan seizin pemilik semesta.

Meski kadang ia sembunyi dibalik awan, tapi cahayanya tak pernah redup.

Ia akan terus memainkan sinarnya sepanjang hari.

Lalu kembali tidur pada sebuah senja.

Tapi bangun kembali pada esoknya.

Aku bertanya pada pemilik semesta,

Bisakah kau mengizinkannya untuk bangun di setiap pagi?

Tanya Hati

Aku memandang langit pada suatu pagi,

Ku rasa ia sudah banyak berubah,

Mungkinkah karena aku jarang menegoknya?

Atau karena langit sudah terlalu tua?

Langit, apa kabarmu hari ini?


Ternyata waktu telah begitu banyak berlalu,

Masa yang ku lewati hanya habis begitu saja,

Mungkinkah aku terlalu sibuk menoreh tinta?

Sehingga aku lupa menengadah keatas,


Aku memandang langit pada suatu petang,

Ia seakan enggan lagi menatapku,

Apa karena aku terlalu sibuk di bawah sini?

Tak sadar, bahkan pepohonan yang melambai tak sempat lagi aku sapa.

Berapa lamakah hingga aku baru menyadarinya?


Semoga kesadaranku belum terlambat.

Waktu yang ku pakai tak hanya sekedar sia-sia.

Berharap kelak ku temukan sebuah jawaban.

Bahwa keberadaanku tak hanya sekedar sebuah angan-angan. ..

Puisi Renungan

Lampu taman itu

Ia berdiri kokoh pada sudut suatu taman,

Yang hanya dapat memberi sinarnya ketika matahari sedang menjelejah ke alam lain,

Menjadi saksi bisu atas peristiwa yang terjadi dihadapannya,

Bahkan Tak bisa melerai pertikaian yang hampir melukai bohlamnya,


Ia Menyaksikan Orang-orang yang berjalan dihadapanyya,

Menelusuri jejak-jejak para pengunjungnya,

Tidakkah kamu lelah?,

Harimu hanya habis dalam kebisuan,


Suatu saat Sinarmu perlahan-lahan akan meredup,

Terganti zaman dan termakan waktu,

Kesaksianmu tak kan ada gunanya lagi,

Posisimu akan goyah dan terancam,

Maka bersatulah dengan pemiliknya.

Bertahan

Sudah 2 hari rasanya aku berusaha bertahan tanpa uang. saya sudah bertekad untuk tidak minta uang sama orang tua. tapi rasanya sangat sulit, setiap kali ingin sesuatu.. hhmm,, rasanya susah sekali untuk menahan rasa itu. tapi, aku harus tetap bertahan dengan pendirianku. aku tidak ingin dulu bermanja-manja dengan fasilitas dari orang tuaku. tuhan.. bantu aku :)

Status

Penulis adalah dia yang mampu merekam setiap kejadian dengan tulisan .

Kisah Nyata

Sebuah kisah inspiratif terjadi di Amsterdam atau lebih dikenal dengan “BELANDA”. Menjadi kebiasaan dihari jum’at, seorang imam masjid dan anaknya berumur 11 tahun membagi brosur di jalan-jalan dan keramaian, sebuah brosur dakwah yang berjudul “Thariiqun ilal jannah”. Tapi kali ini, suasana sangat dingin ditambah rintik air hujan yang membuat orang benar-benar malas untuk keluar rumah. Si anak telah siap memakai pakaian tebal dan jas hujan untuk mencegah dinginnya udara, lalu ia berkata kepada sang ayah, “Saya sudah siap, Ayah !” “Siap untuk apa, Nak?” “Ayah, bukankah ini waktunya kita menyebarkan brosur ‘jalan menujuh jannah’?” “Udara diluar sangat dingin, apalagi gerimis.” “Tapi Ayah, meski udara sangat dingin, tetap saja ada orang yang berjalan menuju neraka!” “Saya tidak tahan dengan suasana dingin diluar.” “Ayah, jika diizinkan, saya ingin menyebarkan brosur ini sendirian.” Sang ayah diam sejenak lalu berkata, “Baiklah, pergilah dengan membawa beberapa brosur yang ada.” Anak itupun keluar ke jalan kota untuk membagi brosur kepada orang yang dijumpainya, juga dari pintu ke pintu. Dua jam berjalan, dan brosur hanya tersisa sedikit saja. Jalan sepi dan tak ada orang yang dijumpainya lagi dijalanan. Ia pun mendatangi sebuah rumah untuk membagikan brosur itu. Ia pencet tombol bel rumah, namun tak ada jawaban. Ia pencet lagi, tetap tidak ada yang keluar. Hampir saja ia pergi, namun seakan ada suatu rasa yang menghalaginya. Untuk kesekian kali ia kembali memencet bel, dan ia ketuk dengan lebih keras. Ia tunggu beberapa lama, hingga pintu terbuka pelan. Dan seorang wanita tua dengan raut wajah yang menandakan kesedihan yang dalam. Wanita itu berkata, “Apa yang bisa dibantu wahai anakku?”. Dengan wajah ceria, senyum yang bersahabat si anak berkata, “Nek, mohon maaf jika saya mengganggu anda, saya hanya ingin mengatakan, bahwa Allah mencintai anda dan akan menjaga anda, dan saya membawa brosur untuk anda yang menjelaskan bagaimana anda mengenal Allah, apa yang seharusnya dilakukan manusia dan bagaimana cara memperolah ridho-Nya.” Anak itu menyerahkan brosurnya, dan sebelum ia pergi wanita itu sempat berkata, “Terimahkasih, Nak.” Sepekan kemudian Usai shalat jum’at, seperti biasa imam masjid berdiri dan menyampaikan sedikit tausiyah, lalu berkata, “Adakah di antara hadirin yang ingin bertanya, atau ingin mengutarakan sesuatu ?” Dibarisan belakang, terdegar seorang wanita tua berkata, “Tak ada diantara hadirin ini yang mengenaliku, dan baru kali ini saya datang ketempat ini. Sebelum jum’at yang lalu saya belum menjadi seorang wanita muslimah, dan tidak berfikir untuk menjadi seperti ini sebelumnya. Sekitar sebulan lalu suamiku meniggal, padahal ia satu-satunya orang yang aku miliki di dunia ini. Hari jum’at yang lalu, saat udara sangat dingin dan di iringi gerimis, saya kalap, karena tak tersisah lagi harapanku untuk hidup. Maka saya mengmbil tali dan kursi, lalu saya membawanya ke kamar atas di rumahku. Saya ikat satu ujung tali di kayu atap. Saya berdiri dikursi, lalu saya kalungkan ujung tali yang satunya ke leher, saya memutuskan untuk bunuh diri. Tapi tiba-tiba terdengar olehku suara bel rumah dilantai bawah. Saya menuggu sesaat dan tidak menjawab, “paling sebentar lagi pergi,” batinku. Tapi ternyata bel berdering lagi, dan kuperhatikan ketukan pintu yang semakin keras terdengar. Lalu saya melepaskan tali yang melingkar di leher, dan turun untuk sekedar melihat siapa yang mengetuk pintu. Saat kubuka pintu, kulihat seorang bocah berwajah ceria, dengan senyuman laksana seorang malaikat kecil dan aku belum pernah melihat anak seperti itu. Ia mengucapkan kata-kata yang sangat menyentuh sanubariku, “Saya hanya ingin mengatakan, bahwa Allah mencintai anda dan akan menjaga anda”. Kemudian anak itu menyodorkan brosur kepadaku yang berjudul, “jalan menuju jannah.” Akupun segera menutup pintu, aku mulai membaca isi brosur itu. Setelah membacanya, aku naik kelantai atas, melepaskan ikatan tali di atap dan menyingkirkan kursi. Saya telah mantap untuk tidak memerlukan itu lagi selamanya. Anda tahu, sekarang ini saya benar-benar merasa sangat bahagia, karena bisa mengenal Allah yang Esa, tiada ilah yang haq selain Dia. Dan karena alamat markaz dakwah yang tertera di brosur itu, maka saya datang kesini sendirian untuk mengucapkan pujian kepada Allah, kemudian berterimah kasih kepada kalian, khususnya “malaikat” kecil yang telah mendatangiku pada waktu yang sangat tepat. Mudah-mudahan itu menjadi sebab saya selamat dari kesengsaraan menuju kebahagiaan jannah yang abadi. Mengalirlah air mata para jama’ah yang hadir di masjid, gemuruh takbir, Allahu akbar. Menggema diruangan. Sementara sang imam turun dari mimbarnya, menuju shaf paling depan, tempat dimana puteranya yang tak lain adalah “malaikat” kecil itu duduk. Sang ayah mendekap dan menciumi anaknya diiring tangisan haru. Allahu akbar!”. Lihatlah bagaimana antusias anak kecil itu tatkala berdakwah, hingga dia mengatakan “Tapi Ayah, meski udara sangat dingin, tetap saja ada orang yang berjalan menuju neraka!” ia tidak bisa membiarkan manusia berjalan menuju neraka. Ia ingin kiranya bisa mencegah mereka, lalu membimbingnya menuju jalan ke jannah. Lihatlah pula bagaimana ia berdakwah, menunjukkan wajah ceria dan memberikan kabar gembira, “Saya hanya ingin mengatakan, bahwa Allah mencintai anda dan akan menjaga anda.” Siapa yang tidak terenyuh hati mendegarkan kata-katanya?. Berdakwah dengan apa yang ia mampu, juga patut dijadikan teladan. Bisa jadi, tanpa kita sadari, cara dakwah sederhana yan kita lakukan ternyata berdampak luar biasa. Menjadi sebab datangnya hidayah untuk seseorang. Padahal, satu orang yang mendapatkan hidayah dengan sebab dakwah kita, itu lebih baik bagi kita daripada mendapat onta merah. Wallahu a’lam bishawab. Alif jumai rajab (Abu Ukasyah), 05 mei 2012

Wajah-wajah teduh

Wajah-wajah teduh itu Aku melihat sekeliling. Mereka semua sibuk dengan aktifitasnya. Aktivitas yang membuat pundi-pundi pahala mereka bertambah,aktifitas yang tak pernah membuat mereka mengeluh karenanya, aktifitas yang manghabiskan tenaga dan fikiran mereka. Apakah itu??? Yappp .. mereka dalam posisi duduk pada sebuah mejelis ilmu. Ada yang mengisinya dengan memberi materi dalam majelis, dan adapula yang duduk asyik mendengarkan materi-materi yang di sampaikan dalam majelis ilmu tersebut. Aku iri melihat mereka yang begitu sibuk dengan hal-hal yang positif, kegiatan mereka semua tak ada yang sia-sia. Kalau lagi tak kuliah ku lihat mereka sedang asyik duduk mengambil posisi yang nyaman untuk membuka kalamullah (Al-qur’an). Ada yang membacanya, ada yang menghapalnya dan adapula yang hanya sekedar mengulang-ulang hapalannya. Yah, wanita-wanita muslimah . mereka memiliki wajah yang teduh! Senyum yang tak pernah lepas dari bibir mereka meski penat membelenggunya. Senyum yang tak pernah lepas meski semua orang mencemo’ohnya, senyum yang tak pernah lepas meski kita sering menjauhinya. Mereka sedang dalam keadaan terasing. Terasing karena syari’at yang mereka jalankan,pakaian syar’i yang mereka kenakan dan pergaulan yang mereka batasi karena banyaknya ikhtilat. Islam datang dalam keadaan asing, dan akan kembali menjadi asing. Maka berbahagialah wahai orang-orang yang Asing. Memang sangat sulit menjalani hari-hari dalam kondisi keterasingan tapi Wajah-wajah teduh kalian akan selalu menghiasi benak-benak kami.

Rahasia sesungguhnya :)

PERnakh anda mrasa orang yg pling tdak brhrga dlam hidup anda,, mngkin kta prnah berfkir untuk lari dris sbuah msalah.. akan tetapi itu tidak akan menyelesaikn msalah tetapi akan mnambah msalah yang ada.. oleh sbab itu..hdapi msalah dgan hati trbuka dan pkiran jrnih...mka msalah akan prgi mninggalknmu... sbaliknya jika kmu mningglkan msalah mka msalah tsb akan trus mngejarmu sampai kmu bsa mnghdapinya...

Puisi Pak Tua

Bertabur bening bersahutan
angkasa biru menabur sejuk
angin lajur menusuk kulit
sinar terang menyelimuti
Situa Mulai Beranjak
Menabur diri Mencari sesuap
bAk Bunga Yang Layu
Tersapu air seluruh Jiwa
Merana Hati menengok Pak Tua
jIwa besi bErtangkai pilu
sukMa teriris Hati terPaku
Mengetuk hati si Berlebih
waHai Gusti ALLAh
koBarkan semangat si Pak Tua
Hapuskan semua derita
berikanlah ia bahagia
Jika PintuMu teLah terbuka
Luruskanlah jalannya
Kabarkan Pada Anaknya
Dia Telah berada di syurga...

Tahajjjuud ku

Hari per-1, tahajudku tertinggal Dan aku begitu sibuk akan duniaku Hingga dzuhurku, kuselesaikan saat ashar mulai memanggil Dan sorenya kulewati saja masjid yang mengumandangkan azan magrib Dengan niat kulakukan bersama isya itupun terlaksana setelah acara tv selesai.

Hari ke-2, tahajudku tertinggal lagi Dan hal yang sama aku lakukan sebagaimana hari pertama.
Hari ke-3 aku lalai lagi akan tahujudku Temanku memberi hadiah novel best seller yang lebih dr 200 hlmn Dalam waktu tidak 1 hari aku telah selesai membacanya Tapi… enggan sekali aku membaca Al-qur’an walau cuma 1 juzz Al-qur’an yg 114 surat , hanya 12 surat yang kuhapal itupun dengan terbata-bata Tapi… ketika temanku bertanya ttg novel tadi betapa mudah dan lancarnya aku menceritakan.
Hari ke-4 kembali aku lalai lagi akan tahajudku Sorenya aku datang keMasjisd dengan niat mengikuti pengajian Tapi kucuekin kakakku yang sedang mengajarkan lebih luas tentang agamaku. Aku lebih suka mencari bahan obrolan dengan teman yg ada disamping kiri & kananku Padahal ba’da shubuh tadi betapa sulitnya aku merangkai Kata-kata untuk kupanjatkan saat berdo’a.
 Hari ke-5 kembali aku lupa akan tahajudku Kupilih shaf paling belakang dan aku mengeluh saat imam sholat dzuhur kelamaan bacaannya Padahal betapa dekat jaraknya aku dengan televisi dan betapa nikmat, serunya saat perpanjangan waktu sinetron favoritku tadi malam.
Hari ke-6 aku semakin lupa akan tahajudku Kuhabiskan waktu di mall & bioskop bersama teman2ku Demi memuaskan nafsu mata & perutku sampai puluhan ribu tak terasa keluar Aku lupa.. waktu diperempatan lampu merah tadi Saat wanita tua mengetuk kaca mobilku Hanya uang lima ratus rupiah kuberikan itupun tanpa menoleh.
 Hari ke-7 bukan hanya tahajudku tapi shubuhkupun tertinggal Aku bermalas2an ditempat tidurku menghabiskan waktu Selang beberapa saat dihari ke-7 itu juga Aku tersentak kaget mendengar kabar temanku kini Telah terbungkus kain kafan padahal baru tadi malam aku bersamanya & ¾ malam tadi dia dengan misscallnya mengingat aku ttg tahajud.
 kematian kenapa aku baru gemetar mendengarnya? Padahal dari dulu sayap2nya selalu mengelilingiku dan Dia bisa hinggap kapanpun dia mau. ¼ abad lebih aku lalai…. Dari hari ke hari, bulan dan tahun Yang wajib jarang aku lakukan apalagi yang sunah Kurang mensyukuri walaupun KAU tak pernah meminta Berkata kuno akan nasehat ke-2 orang tuaku Padahal keringat & airmatanya telah terlanjur menetes demi aku.
 Ya ALLAH andai ini merupakan satu titik hidayah Walaupun imanku belum seujung kuku hitam Aku hanya ingin detik ini hingga nafasku yang saat nanti tersisa Tahajud dan sholatku meninggalkan bekas Saat aku melipat sajadahku…..

Edisi Curhat . .

aku selalu Merenung. akan semua Hal yang telah bnyak Qu lewati brsama Ke2 Orang tuaQ..... Aq sering membuatnya Marah.. sering buat mereka kecewa, sering buat mereka sakit hati.. bahkan pernah membuat mreka mnangiss tapi... mereka tidak pernah membenciku.. malah mereka selalu memberikan yang trbaik untukku.. mereka slalu menasihatiku, mmbimbingku.,, tak bosan mngajariku.. Aku pun kini sering mnangis sesal akan perbuatanQ... KU selalu berjanji dlam hati tak kaN prNah mngulangi kesalahanQ lagi.. Aq Sayang kalian.. di setiap sujudKu selalu ku sisipkan doa dan air mata untuk ksehatan,kbahagian,ksabaran kalian.. aku selalu brharaP agaR suatu saat keLak.aku bisa mmbhagiakan kalian,. mnjaga kalian,memelihara kalian di masa2 tua,. ku ingin mnjadi anak yang brbakti.. anak yang solehaa.. agar kalian bangga telah melahirkan aQ.. Ummi,...Abi... Makasih atas seMua yang kalian berikan.. Mungkin Aku tdaK bsa mmblas jasa kalian.. tapi ku ingin kau tahu,, selalu terselip keinginan yang besar untk mmbhagiakan kalian.. agar allah subhana wa ta'ala tahu.. bahwa kalian telah berhasil mendidikku mnjadi anak yang solehaa.. LUV You Mom n daD..Ku mncintai kalian stelah tuhanKU,.......... MAKASIH ATAS SEMUANYA........................