Secercah Asa
Disaat semua orang tertawa bahagia dengan apa yang telah didapatkannya, aku disini hanya bisa menatap lusuh dari jauh. Yah memang bintang hanya akan indah ketika di lihat dari jauh. Dia terlihat indah dengan cahanya yang berkelap-kelip, Bentuknya pun terlihat sangat kecil dan indah. Bukankah semua sisinya terlihat indah ketika memandangnya dari kejauhan? Ku rasa begitu.
Malam yang indah, suasana jalan pun begitu sepi. Tak ada suara bising dari jalanan. Mungkin semua orang sibuk merangkai mimpi-mimpinya atau ada yang tengah sibuk dengan tugas sekolahnya yang menumpuk atau mungkin mereka sedang merenung. Yah merenung sepertiku. Merenungi kehidupan apa yang akan terjadi esok. Di sebuah kamar aku menerawang, semua sisinya gelap. Ku susuri sebuah berkas cahaya yang menyelinap masuk lewat jendela kamarku,begitu damai begitu menentramkan. Perlahan ku buka kain gorden yang menutupi jendela kamarku dan ku pandangi semua sumber cahaya dari segala penjuru sudut-sudut sekitarku. Aku meraba-raba embun pagi yang mulai menyeruak di jendela kaca kamarku, begitu sejuk dan seketika membuat diriku diam membeku.
******
Dari lantai dua kamarku, aku bisa melihat pemandangan yang sangat indah. Melihat dengan leluasa pemandangan danau kecil tapi sangat berharga bagi orang-orang disekitarnya. Banyak rumah yang berbaris rapi memenuhi pinggiran-pinggiran danau itu. Di danau itu Ada seorang bapak yang berdiri diatas sebuah perahu kecil tak bermesin, ia sibuk menebar jala-jalanya. Di satu sisi ada dua orang pemuda terlihat tengah sibuk mencuci motor. Yang satunya sibuk menimba-nimba air dan menyiramkannya ke sisi-sisi motornya yang kotor dan yang satu lagi sibuk menggosok dan membersihkan seluruh bagian motor yang kotor. Ada juga segerombol anak kecil yang tertawa riang tanpa beban, yang mereka tahu mandi dan berenang didanau itu adalah pekerjaan yang menyenangkan.
Diseberang danau ada kehidupan lain lagi. suara adzan pun hanya terdengar dari seberang sana. Aku tak tahu apa yang mereka lakukan, tapi aku cukup bisa mengira kalau mereka juga punya sekelumit kisah sepertiku. Sekelumit cerita yang buram seperti warna danau itu dan sekelumit rasa seperti rasa sebuah es krim. Dari lantai dua kamarku, aku bisa menjelajahi kehidupan tiap-tiap orang yang lalu lalang di hadapanku. Ada seorang mahasiswa yang tengah tergesa-gesa pulang dengan tumpukan buku yang di bawanya, Ada juga seorang pedangang somai yang sangat setia menanti para pembeli untuk menghampiri dagangannya dan ada pula seorang kakek sedang duduk dibawah terik matahari dengan menengadahkan tangannya, berharap ada sebuah koin yang ia terima dari orang-orang yang lewat dihadapannya.
Aku bisa melihat banyak hal dari sini. Melihat pemandangan dan sebongkah kisah dari kamar ini. Sibuk merangkai asa dan keinginan dari dalam sini. Melanglang buana hanya dengan memperhatikan keadaan sudut-sudut kota dari balik jendela kamar ini. Aku menyadari setiap detil keindahan yang ku nikmati hanya indah ketika aku memandangnya dari jauh. Tak perlu mengetahui cerita sebenarnya, aku hanya perlu menerka cerita-cerita mereka dari jauh dan sibuk membuat kisah indah sesuai dengan pengamatan dan keinginanku sendiri.
Aku terlalu takut mendekat dengen mereka. kisahku sudah begitu pahit untuk menghadapi kenyataan bersama mereka. yang bisa aku lakukan hanyalah berdiam diri dalam kamar ini menunggu seseorang menghampiriku dengan setumpuk harapan kebahagiaan.