Cinta _

Cinta yang tulus berasal dari hati tak harus mngharap balasan perasaan yang sama...
kita hanya bisa mencintai lebihnya tergantung orang yang kita cintai menilai seberapa besar cinta kita,,...
jarang kta temukan orang yang kita cintai mencntai kita apa adanya...
maka dari itu jika kmu menemukannya..
janganlah kau lepaskan dia.,
karena mungkin dia tak akan datang untuk yang ke dua kalinya...

Tapi sebaiknya Kita memilih orang yang kita cintai juga mencintai Allah :)

Penyelesaian masalah

Pernakah anda merasa orang yang paling tidak berharga dalam hidup anda,,
Mungkin kita pernah berifkir untuk lari dari sebuah masalah..
Akan tetapi itu tidak akan menyelesaikan masalah tetapi akan menambah masalah yang ada..
Oleh sebab itu, hadapi masalah degan hati terbuka dan pikiran jernih...
Maka masalah akan pergi mninggalkanmu...
Sebaliknya jika kmu meninggalkan masalah maka masalah tersebut akan terus mengejarmu sampai kaimu bsa menghadapinya...

Pantulan

Cerita Dari Gunung

Seorang bocah mengisi waktu luang dengan kegiatan mendaki gunung bersama ayahnya. Entah mengapa, tiba-tiba si bocah tersandung akar pohon dan jatuh. " Aduhh!" jeritannya memecah keheningan suasana pegunungan. Si bocah amat terkejut, ketika ia mendengar suara di kejauhan menirukan teriakannya persis sama, " Aduhh!".

Dasar anak-anak, ia berteriak lagi, " Hei! Siapa kau?" Jawaban yang terdengar, " Hei! Siapa kau?" Lantaran kesal mengetahui suaranya selalu ditirukan, si anak berseru, " Pengecut kamu!" Lagi-lagi ia terkejut ketika suara dari sana membalasnya dengan umpatan serupa. Ia bertanya kepada sang ayah, " Apa yang terjadi?"

Dengan penuh kearifan sang ayah tersenyum, "Anakku, coba perhatikan." Lelaki itu berkata keras,
"Saya kagum padamu!" Suara di kejauhan menjawab, Saya kagum padamu!" Sekali lagi sang ayah berteriak " Kamu sang juara !" Suara itu menjawab, "Kamu sang juara!" Sang bocah sangat keheranan, meski demikian ia tetap belum mengerti. Lalu sang ayah menjelaskan, "Suara itu adalah gema , tapi sesungguhnya itulah kehidupan."

Kehidupan memberi umpan balik atas semua ucapan dan tindakanmu. Dengan kata lain, kehidupan kita adalah sebuah pantulan atau bayangan atas tindakan kita. Bila kamu ingin mendapatkan lebih banyak cinta di dunia ini, ya ciptakan cinta di dalam hatimu. Bila kamu menginginkan tim kerjamu punya kemampuan tinggi, ya tingkatkan kemampuan itu. Hidup akan memberikan kembali segala sesuatu yang telah kau berikan kepadanya.

Ingat, hidup bukan sebuah kebetulan tapi sebuah bayangan dirimu

Harapanku Untu kalian :)

Aku selalu Merenung.
akan semua Hal yang telah bnyak Qu lewati brsama Kedua Orang tuaQ.....
Aq sering membuatnya Marah..
Sering buat mereka kecewa,
Sering buat mereka sakit hati..
Bahkan pernah membuat mereka menangiss

tapi...

mereka tidak pernah membenciku..
malah mereka selalu memberikan yang trbaik untukku..
mereka selalu menasihatiku,
membimbingku.,,
tak bosan mengajariku..

Aku pun kini sering mnangis sesal akan perbuatanQ...
Ku selalu berjanji dalam hati tak kaN perNah mengulangi kesalahanQ lagi..
Aq Sayang kalian..
Di setiap sujudKu selalu ku sisipkan doa dan air mata untuk kesehatan,kebahagian,eksabaran kalian..

Aku selalu berharap agar suatu saat keLak.aku bisa membahagiakan kalian,.
Menjaga kalian,memelihara kalian di masa2 tua,.
Ku ingin mnjadi anak yang berbakti..
anak yang solehaa..
agar kalian bangga telah melahirkan aQ..

Ummi,...Abi...
Makasih atas seMua yang kalian berikan..
Mungkin Aku tdaK bsa membalas jasa kalian..
Tapi ku ingin kau tahu,,
Selalu terselip keinginan yang besar untk membahagiakan kalian..
Agar allah subhana wa ta'ala tahu..
Bahwa kalian telah berhasil mendidikku mnjadi anak yang solehaa..

LUV You Mom n daD..Ku mncintai kalian stelah tuhanKU,..........
MAKASIH ATAS SEMUANYA........................

Hari Pertama di sekolah baru

Catatan  kesatu
Hari pertama

                 Waktu masih begitu remang-remang dan azan shubuhpun belum terdengar. Tapi aku sudah membuat kacau isi rumah. Aku bangun pagi-pagi sekali, tidurpun rasanya gelisah. Rasanya aneh saat aku mengingat-ingat tentang sekolah baru yang akan ku masuki. Tak ada sesosok orang pun yang aku kenal di sekolah itu  Kecuali shofi. Shofi termasuk tetangga yang rumahnya tidak begitu jauh dari rumahku. Ketika mendengar bahwa aku ingin pindah di sekolahnya ia pun langsung buru-buru menelponku dan memastikannya. Kedegarannya ia sangat senang ketika tahu aku akan sekelas dengannya nanti.
             Menurut beberapa sumber yang aku dengar jadi siswa baru itu sangat tidak menyenangkan. Karena semuanya serba asing. Mulai dari tempat, suasana dan orang-orang disekeliling kita pun semuanya asing. Memperkenalkan diri sebagai siswa baru dihadapan teman-teman baru pun rasanya sangat aneh. Hal itupun yang membuat aku sedikit gelisah ketika tidur.
             Hari itu hari senin. Hari dimana pertama kali aku akan masuk ke sekolah yang baru. Di hari sebelumnya aku sudah janjian dengan shofi untuk berangkat kesekolah bersama-sama. Orang tuaku tidak bisa mengantarku karena mereka harus pergi ke sebuah desa untuk suatu keperluan.
             Setelah sarapan pagi aku berubah fikiran dan memutuskan untuk berangkat kesekolah setelah upacara bendera selesai. Aku berfikir orang-orang akan melihatku asing ketika aku ikut upacara di tengah-tengah mereka.  Setelah menelpon shofi untuk menyuruhnya tidak menungguku, aku langsung menelpon salah satu staf guru di sekolah bahwa aku akan datang setelah upacara bendera telah selesai. Setelah mendengar beberapa alasanku gurupun memaklumi dan membiarkan aku datang ke sekolah agak terlambat.
             Semenit sebelum upacara selesai shofi menelponku agar aku bersiap-siap menuju sekolah agar tidak telat masuk dalam kelas. Akupun bergegas menuju kesekolah.
             “ Assalamu alaikum” kata pak Rudi wali kelasku. Saat itu aku agak terlambat dan guru mata pelajaran bahasa inggris sudah masuk dikelas. Sehingga pak rudi lah yang mengantarku menuju ruangan kelasku.” Waalaikum salam” jawab teman-temanku.  Maaf mengganggu bu’ ini ada siswi pindahan yang mulai saat ini akan ikut belajar bersama-sama dengan kita. Pak rudi pun menyerahkanku kepada ibu ningsih yang kebetulan sedang mengajar di dalam ruangan kelas tersebut.  Ibu ningsih tersenyum ramah kepadaku. Hal itu sedikit membuatku tenang dan membuatku mulai nyaman.  Karena mata pelajaran saat itu adalah bahasa inggris maka ibu ningsih pun menyuruhku memperkenalkan diri dengan menggunakan bahasa inggris.
             Saat itu aku tak berani menatap teman-teman yang ada dihadapanku. Karena terus menunduk ibu guru pun menyuruhku mengangkat kepala dan berkata bahwa aku tidak usah malu karena kita semua adalah teman. Aku pun mengangkat kepalaku dan berusaha untuk Percaya diri. Ketika aku mengangkat kepala dan berusaha mencari tempat duduk shofi saat itu sosok yang pertama kali aku pandang adalah seorang cowok yang duduk dua bangku dari belakang. Sejenak aku terdiam dan terkejut karena pandangan kami bertemu dan saling beradu. Tidak ada kesan menarik saat pertama melihatnya hanya saja ada sesuatu yang berbeda. Aku pun segera mengalihkan pandangan dan segera memperkenalkan diri  “ Hello i will introduce my self,  my name is Juliani. You can call me july.  aku pindahan dari pesantren istiqomah dan sekarang berdominsili di jln. Sultan hasanuddin. Aku melanjutkannya dengan bahasa indonesia. Beberapa teman cowo berteriak sambil berkata nomor Hpnya berapa. Tapi aku pura-pura tak mendengar dan berusaha tenang menghadapi suasana.  Setelah memperkenalkan diri, aku pun di suruh duduk paling belakang. Dan saat itu bangku kosong hanya ada di samping ketua kelas. Aku pun langsung duduk di samping ketua kelas.
             Hai saya dika. Nyantai aja kalau disini. Kalau ada yang tidak kamu mengerti tanya saja ke saya yah. Kata ketua kelas kepadaku. Kesan pertama dia sangat ramah dan memang benar-benar sangat perhatian kepadaku.  Setelah jam pelajaran bahasa inggris selesai teman-teman kelaspun mengerumuniku walau hanya sekedar bertanya-tanya. Diantara kerumunan teman-temanku, aku tidak menemukan sosok cowok yang pertama kali aku lihat didalam kelas.  Aku mencoba mengalihkan pandanganku kebeberapa sudut kelas,  dan aku melihat dia sedang berjalan keluar kelas dengan dua teman cowok yang lainnya. Sedikit agak kecewa karena dia tak mampir untuk sekedar berkenalan denganku seperti teman-teman yang lainnya.
             Shofi mengajakku untuk jalan-jalan keluar kelas agar bisa cepat berdaptasi. Tapi aku merasa agak canggung dan malu. Jadi kami memutuskan untuk ngobrol-ngobrol di kelas saja. Aku membisik di telinga shofi dan menanyakan nama cowok yang duduk di bangku kedua dari belakang, shofi sedikit mikir dan bertanya yang mana yah. Itu yang orangnya tinggi kurus. Ooh yang itu, shofi pun tersenyum sambil mengejekku dan membisik pelan ke telingaku, namanya reza.

             Tak beberapa lama ada tiga cewek yang mendekatiku dan mencoba berkenalan denganku. Namanya yuni, aqilah dan fira. Aku baru tahu kalau yuni,aqilah dan shofi adalah teman yang lumayan akrab. Dan mereka pun mengajakku selalu bersama-sama dengan mereka. Saat itu aku berfikir bahwa sekolah ini begitu menyenangkan.

Sekolah Baru (6 tahun yang lalu)


CATATAN SEKOLAH

Hari itu hari aku pertama masuk ke sekolah yang baru. Beberapa guru yang melihatku mengira bahwa aku adalah siswi yatim piatu. Aku teringat ketika hendak menemui kepala sekolah dan bertanya apakah sekolah ini menerima murid pindahan atau tidak. Berhubung sudah tiga bulan berselang setelah tahun ajaran baru. Saat itu usiaku baru menginjak sekitar 15 tahun, mungkin kebanyakan dari anak seusiaku masih harus di temani oleh orang tua untuk mengurusi segala keperluannya. Namun berbeda denganku orang tuaku tidak pernah punya waktu untuk menemaniku, yang mereka tahu aku adalah anak yang sudah harus mandiri tanpa harus selalu bergantung pada mereka. 
Saat itu aku memutuskan pindah sekolah pada saat kelas 3 Smp. Aku pindah karena beberapa alasan. Tapi salah satu alasannya adalah karena sekolahku yang dulu melaksanakan Ujian Nasional  tiga bulan lebih lambat dari sekolah-sekolah pada umumnya. Dan aku tak suka dengan peraturan itu. Kepindahanku ini mungkin bukan yang pertama kali. Sejak lulus sekolah dasar dan masuk ke sekolah menengah pertama di raporku tercatat sudah dua kali pindah sekolah. Tiap tahun ajaran baru aku masuk ke sekolah yang berbeda. Di kelas tujuh aku masuk ke sekolah tsanawiyah kemudian orang tuaku memindahkanku kedalam pesantren yang baru saja di rintis oleh temannya dan saat itu aku baru masuk ke kelas delapan. Setahun di pesantren aku memutuskan untuk pindah sekolah berhubung karena pesantren yang ku tempati adalah rintisan pertama dan beberapa sarana dan prasarananya masih sangat kurang. Ujian nasionalnya pun harus telat tiga bulan dari sekolah yang lainnya. Hal ini yang membuatku tidak betah dan mengurusi sendiri kepindahanku ke sekolahku yang baru pada saat aku sudah duduk di kelas sembilan.

Kepala sekolah menyambutku dengan ramah ketika aku menawarkan diri untuk pindah kesekolah tersebut. Dan alhamdulillah setelah berkas-berkas ku lengkapi aku sudah bisa masuk kesekolah tersebut. 

Teman masa lalu

Aku dan teman-temanku

July
            Aku bernama july, mungkin karena aku dilahirkan pada bulan juli makanya aku dinamakan demikian. Aku  Sangat mudah merajuk tapi sangat mudah memaafkan. Mudah jatuh cinta sama seseorang tapi sangat cepat bosan. Suka GR dan PD kalau sudah ada yang Muji. punya beberapa teman cewek yang sangat baik dan perhatian. Suka nongkrong dipojokan kelas sambil makan somay. Bulan pertama di sekolah yang baru langsung di kenal oleh guru dan senior dari smk. 

Reza
             Sosok yang pertama kali aku tatap dalam kelas saat memperkenalkan diri. Orangnya tinggi kurus dan paling sesuai denga tipe aqilah. Hobbinya main gitar dan suka malakin murid cewek. Baik, humoris dan jago bahasa inggris. Selalu meraih rangking tiga besar di kelas. Banyak adik kelas yang diam-diam naksir ama dia termasuk aqilah.  Banyak gosip yang beredar kalau dia pacaran sama senior yang di Smk, tapi tidak pernah terbukti sih. Suka benget dengar lagu yang bernada cadas ataupun rock.  Aku salah satu teman yang bisa di bilang yang paling sering sms-an dengan dia tapi hanya sekedar sms tidak lebih.

Aqilah
            Cewek manis yang selalu tersenyum ramah kepadaku. Rambutnya ikal dan panjang. Hidungnya mangcung dan mirip orang arab. Tidak tinggi dan tidak pendek amat. Sangat mudah bergaul, pendiam sih nggak tapi tidak suka ngegosip. Paling suka makan bakso dan menyukai tipe cowok yang tinggi kurus. Sangat amanah dalam menyimpan rahasia. Makanya paling suka curhat ama dia.

Rian
            Cowok yang pertama kali senyum padaku di ruang perpustakaan. Yang selalu buat tingkah lucu tapi garing. Sok ganteng tapi emang lumayan. Anak seorang kepala sekolah yang penampilannya sangat biasa. Suka keringatan kalau udah beraktifitas banyak. Orangnya baik dan sok romantis. Agak cabi sih soalnya tidak terlalu tinggi. Dia pernah minjamin aku pulpen pada saat aku lupa bawa pulpen.

Fira
            Kesan pertama orangnya cantik dan manis. Tapi karena kurang akrab kelihatannya sangat jutek. Baik sih, tapi orangnya jarang join dengan teman-teman lain. Dia lumayan akrab dengan aqilah. Punya segudang rahasia yang selalu di ceritain sama aqilah. Salah satu cewek yang selalu di ejekin pacaran dengan rian. Kelihatannya mereka menyimpan perasaan yang sama tapi selama ini tak pernah jadian.


Shofi
            Sahabat yang sangat baik. Yang tahu semua tentangku dan akupun tahu semua tentangnya. Ada beberapa orang yang bilang kami kembar di karenakan dia dan aku memiliki postur tubuh yang sama. Cabi dan tidak terlalu tinggi. Kami sama-sama memiliki wajah yang bulat. Sangat suka sama cowok dewasa. Orangnya moodian, jadi nggak bisa di ajak ngobrol kalau lagi bete.

Dika
            Ketua kelas yang sangat disiplin. Dia teman sebangku aku. Aktif dalam organisasi sekolah baik itu pbb,pramuka dan sebagainya. Orangnya tinggi dan berkulit sawo matang. Ngga pernah minta di contekin saat ulangan padahal teman-teman yang lain biasanya nanya sama aku. Orangnya sangat on time. Dia punya pacar setahun lebih tua di atas kami. Selalu nawarin aku makan ke kantin pas lagi istirahat, ngajarin main gitar dan suka nyanyi bareng denganku kalau lagi pelajaran kosong.

Yuni
            Salah satu cewek tomboy di kelas kami. Aku lumayan akrab dengannya. Dia selalu membela aku ketika ada beberapa senior dari smk yang selalu gangguin aku (maklum saja dulu kan murid baru). Cewek yang paling jarang jajan di kantin kecuali kami yang maksa ngajakin dia. Aku pernah berantem dengan dia karena kesalah pahaman tentang seseorang. Selalu iri sama shofi mengenai hal-hal yang menyangkut dengan cowok.


Nasehat Untu seseorang . .


Kata kakak, kita akan di uji pada titik terlemah yang kita miliki.

Sebuah nasihat yang ku lontarkan pada seorang saudari, tapi nasihat inilah yang membuat saya merasa di nasihati oleh kata-kata ini.

Ukhty,  apakah ukhty baik- baik di sana?
Maaf kalau saya sok ingin tahu dengan keadaan ukhty.
Maaf juga kalau saya berusaha mencari tahu apa yang terjadi sama ukhty, meski aku tahu ukhty tak ingin aku tahu masalah ukhty.

Satu hal yang saya mau sampaikan ke ukhty, bagaimanapun kondisi yang ukhty alami jangan sampai ukhty merasa bahwa keimanan ukhty berada pada titik terbawah. Karena seseorang tak akan pernah di katakan beriman sebelum ia di uji oleh allah. Dan satu hal yang perlu ukhty ketahui “Setiap hamba di uji sesuai dengan kadar kemampuannya” . Maka yang harus kita sadari bahwa ujian itu datang untuk membuat kita lebih kuat agar kualitas keimanan kita bisa naik ke tingkat level berikutnya. 

Ukhty, terus terang saya merasa cemburu dengan keadaan yang ukhty alami saat ini. Allah memberi ujian yang berat kepada ukhty itu berarti ada keimanan dalam diri ukhty yang pantas di uji dengan ujian seperti itu.

Dan saya merasa bahwa jalan hidup yang saya alami terasa begitu mulus-mulus saja. Saya merasa iri kepada ukhty. Kadang saya bertanya-tanya dalam sholat- sholat saya. Mengapa ujian itu tak kunjung datang menghampiriku? Apakah tak adasecuil  keimanan di diri saya sehingga ujian itu tak jua mengunjungi saya? .


Sebagai hamba yang merasa bahwa ujian berat itu datang menghampirimu. Maka berbahagialah ukhty. Itu adalah sebuah nikmat dari allah, yang hendak menguji keimanan yang ada pada diri-diri kita. Dan hasil akhirnya akan berakhir dengan ketaatan yang lebih ataukah kemunduran iman. Sebab ujian itu datang bersifat menguji. Apakah kita akan taat atau menjadi lemah.

Aku Tak Ingin Cepat mati


Aku meratap dalam sunyi.
Meraba-raba apa yang kini aku sesali.
Aku tak ingin begitu cepat mati.
Tak juga ingin pergi tanpa kembali.

Kini jiwaku terasa amatlah letih.
Menghadapi dunia yang sangat tak manusiawi.
Aku hanya bisa berdiri sambil tertatih.
Berharap jawaban akan segera ku temui.
Aku tak ingin begitu cepat mati.
Tak juga ingin pergi tanpa kembali

Perjalanan ini belum bisa ku akhiri.
Amalanku belum sejengkal terlewati.
Ku mohon panjangkan usia ini.
Aku tak ingin begitu cepat mati.
Tak juga ingin pergi tanpa kembali.

Ayah ibuku, yang sangat ku sayangi.
Aku berdo’a kini tanpa henti.
Agar syurga bisa kita tempati.
Agar neraka di jauhkan dari keluarga kami.
Aku tak ingin begitu cepat mati.
Tak juga ingin pergi tanpa kembali

Tuhan, apakah ajalku sudah dekat menghampiri?
Amalanku belum sejengkal terlewati.
Ku mohon panjangkan usia ini.
Aku tak ingin begitu cepat mati.
Tak juga ingin pergi tanpa kembali.



Syair lirih negeri timur


 Peperangan kini telah di abadikan dalam tiap jiwa-jiwa yang penuh dengan nestapa.
Negeri timur hanya mampu merunduk kesakitan dalam tiap sorak ledakan  di kepalanya.
Allahu akbar adalah teriakan membara yang membakar jiwa-jiwa mereka yang terus merana.
Udara adalah kepulan asap yang menjadi pusat kehidupan tiap hati yang rindu singgasana.
Keringat dan darah tak jelas lagi warna keduanya.
Bumi nan indah telah berisi dengan bangunan yang hancur porak poranda.
Hanya suara pilu dan tangisan duka yang kini mereka punya.

Sujud dan do’a menjadi pintu yang memberi harapan penyejuk hati.
Setiap jiwa yang penuh dengan kerusakan tak pernah akan bertahan lama dan abadi.
Perjuangan atas nama tuhan tak akan pernah berakhir hanya dengan kekejaman rendahan seperti ini.
Kematianlah yang di tunggu-tunggu oleh hamba tuhan yang rindu akan ilahi.
Kahancuran negeri ini, memang adalah sesuatu yang tuhan restui.
Bukan sebagai tanda tak berpengasih, tapi tuhan hendak menguji jiwa-jiwa yang imannya terpenuhi.

Ketahuilah kemenangan atas zionis jahannam bukanlah sebuah angan-angan yang tak pasti.
Ingatlah dan Tunggulah, pemilik semesta tak akan pernah menyalahi sebuah janji.




Mereka Bilang


Mereka bilang memakai hijab sepertiku bagai sebuah kelambu berjalan,
Tapi tanpa mereka sadari rambut mereka berkibar bak rambut jagung yang sedang melambai.

Mareka bilang memakai hijab sepertiku sungguh sangat panas,
Tapi tanpa mereka sadari kulit mereka terbakar akibat tersengat langsung oleh sinar matahari.

Mereka bilang memakai hijab sepertiku sangatlah sulit mendapat pekerjaan,
Tapi tanpa mereka sadari lamaran kerja mereka di tolak di sana sini.

Mereka bilang memakai hijab sepertiku akan sulit dapat jodoh,
Tapi tanpa mereka sadari air mata mereka selalu mengalir akibat cinta semu sang pujaan hati.

Mereka bilang memakai hijab sepertiku sangatlah kolot,
Tapi tanpa mereka sadari pergaulan mereka begitu menyayat hati.

Mereka bilang memakai hijab sepertiku itu ketinggalan zaman,
Tapi tanpa mereka sadari zaman telah meninggalkan mereka dengan sejuta janji.

Mereka bilang memakai hijab sepertiku  bak seorang teroris,
Tapi tanpa mereka sadari perilaku mereka tak mencerminkan sebagai manusia sejati.

Mereka bilang memakai hijab sepertiku adalah wanita sok suci,
Tapi tanpa mereka sadari lingkungan mereka membawanya kepada perbuatan tak berharga diri.

Mereka bilang, mereka bilang , mereka bilang.
Tapi tanpa mereka sadari ucapan mereka bagai seorang hamba yang tak pernah tau diri.





Cemas




Aku cemas melihat anak-anak wanita kini tumbuh besar tanpa busana.
Mereka adalah korban yang tumbuh di antara keganasan zaman.
Anak-anak itu berjalan seperti tak mengenal dosa.
Menganggap aurat adalah sebuah pajangan indah yang menawan.
Indahnya dunia telah membuat mata mereka silau dengannya.
Tak melihat lagi bahwa mereka adalah sebuah perhiasan yang harus ditutup rapat.

Aku cemas melihat wanita-wanita kini hidup tanpa pegangan.
Sibuk memajang diri di berbagai sudut media zaman.
Atas nama kemewahan mereka telah tunduk di bawahnya.
Aurat pun kini telah menjadi ikon dunia yang tak pernah lepas dari pandangan.
Tak pernah tahu yang mana harga diri dan yang mana hak asasi.

Aku cemas melihat wanita-wanita  yang akan melahirkan sebuah generasi.
Generasi yang sama dengan generasi sebelumnya.
Generasi yang terus maju mengikuti langkah-langkah bisu dalam sebuah dekapan.
Tak kan ada lagi harapan jika tak ada perubahan.
Wanita adalah aset terbesar sebuah kemajuan tiap peradaban.

Janganlah kalian rusak wahai permata dunia.
Segeralah bangun dari tidur panjang kalian.
Dunia tak hanya selebar daun pepaya.
Melangkahlah jauh dari semua angan-angan.
Tinggalkan semua bayangan semu yang mengintai diri-diri kalian.

Jadilah wanita bersahaja dengan hijabmu.
Jadilah pembeda antara permata indah dengan perhiasan imitasi kusam.
Jangan biarkan permata yang mahal itu terjual dengan harga murah.
Jangan biarkan seseorang yang bukan halal bagimu mengambil permata itu darimu.
Jagalah perhiasanmu..


Berebut Senja



BEREBUT SENJA

Titik air yang jatuh dengan sangat halus menciptakan lukisan pelangi di langit senja. Kawanan burung-burung berbondong-bondong mengitari beberapa hiasan langit yang mulai berwarna keperakan. Nampak dibawah sana daun-daun dan pepohonan melambai-lambai dengan syahdu seakan mengucapkan selamat tinggal kepada sang surya yang tak pernah lelah menampakkan cahayanya.
            Di dalam sebuah rumah sederhana aku memulai sebuah cerita.  Cerita dimana aku tak pernah letih memandang langit di sore hari. Aku menghabiskan waktu petang sambil duduk di beranda teras rumah yang sudah mulai usang hanya untuk mengantarkan langit menuju kegelapan malam. Aku selalu takut jikalau aku tak dapat melihat keindahan itu lagi pada esok hari. Orang-orang yang mengenalku tak lagi heran dengan kebiasaanku ini. Jika sore hari telah tiba orang-orang tak akan lagi menyuruhku ini dan itu, karena mereka sudah tahu bahwa sore hari adalah waktu dimana aku akan duduk termenung memandang langit.
            Kebiasaan ini bukan kebiasaan yang aku bawa dari masa kecilku. Tapi kebiasaan ini baru mulai aku jalani sejak dua tahun silam. Dimana dahulu aku adalah seorang mahasiswi yang sehari-hari di sibukkan dengan kegiatan kampus dan sebagainya. Kebiasaan yang baru muncul ketika aku kehilangan “dia”.
*****


Kala itu aku baru saja pulang dari kampus. Aku berjalan kaki dengan membawa buku-buku yang aku dekap didadaku. Dengan langkah lesu aku berjalan menyusuri gang-gang kecil untuk mengambil jalan pintas agar tidak menempuh jarak yang jauh.  Sudah dua hari ini aku pulang dengan berjalan kaki. Aku harus menghemat uang saku agar aku dapat memakainya untuk keperluan yang lebih penting dan mendesak. Saat itu entah apa yang ku fikirkan, aku merasa melihat seorang gadis kecil berusia sekitar sembilan tahun ia tengah duduk di halaman rumah tak berpagar yang terlihat agak besar. Ia duduk sambil melamun menatap langit pada sore hari dia tidak hanya sekedar melamun tapi aku melihat dia tengah memegang sebuah pena dan kertas. Dua hari berturut-berturut aku melihatnya demikian, bahkan dengan posisi duduk yang sama. 
Ia menatap langit dengan sorotan mata yang tajam. Entah apa yang ada di benaknya tapi aku merasa dia tengah merangkai kata mengenai langit. Entah sejak kapan aku mulai memperhatikannya. Rambutnya yang di hantam angin menampar-nampar halus wajahnya yang terlihat seperti berwarna putih kepucatan.
Gadis kecil itu telah duduk di situ ketika sudah masuk waktu petang. Tak ada yang begitu peduli dengannya. Warga di situ pun hanya lalulalang seakan tak memperhatikannya. Aku menghabiskan waktu untuk memperhatikannya.
“Siapa gadis cilik itu”? Tanyaku pada salah seorang ibu-ibu yang tengah mengangkat pakaiannya dari jemuran.
“ dia?” sambil menunjuk kearah gadis itu. Iya jawabku dengan sigap.
 “ooh itu laras”. Orang- orang menjulukinya gadis senja.
“Gadis senja?”
“iya . karena dia selalu duduk merenung pada waktu senja. Sudah hampir satahun dia seperti itu. Dulunya ia sekolah di SD, tapi entah sejak kapan aku mendengar bahwa dia sudah berhenti dari sekolah. Tukas ibu-ibu itu. Hampir setahun? Aku mengenyritkan kening dengan heran. Kalau adik tidak percaya, cobalah untuk datang lagi di esok hari. Pinta Ibu itu. Aku sedikit tidak puas dengan jawaban ibu itu.  Entah siapa anak itu. Aku semakin penasaran.
*****

Kala itu langit tengah gerimis, aku menatapnya sambil sembunyi di balik pohon agar tak ada yang melihatku. Kali ini aku melihat dia tidak duduk sendirian. Dia di temani seorang ibu-ibu yang tengah memakai pakaian serba putih berdiri sambil memegang payung di belakangnya. Anak itu nampak sedih, ku lihat matanya agak sedikit  membengkak seperti sehabis menangis. Kini ia tidak memegang pena dan kertas. Hanya sebuah tatapan lesu yang sedang menengadah ke arah langit.

            Esok harinya aku mampir lagi. Dan ternyata benar. Gadis kecil itu lagi-lagi duduk memandang langit. Dan kejadian ini hanya terjadi pada saat waktu petang telah tiba. Dengan posisi duduk yang sama dan tentunya kali ini dia kembali memegang pena dan kertas. Ada sesuatu yang berbeda dari penampilannya. Kini tidak ada lagi kibaran rambut. Kini dia tengah memakai pentup kepala yang menutupi kepalanya hinggah bagian leher. Tidak terlihat seperti kerudung. Mirip topi lebih tepatnya. Aku bertanya-tanya dalam hati, apa yang dia rasakan pada saat petang? Mengapa dia hanya duduk ketika sore hari? . Tidak ada jawaban pasti yang ku dapat dari pertanyaanku kini. Orang-orang di sekitar situpun seakan tidak ambil pusing dengan gadis itu.
            Sebulan lamanya aku menghabiskan waktu soreku untuk menyusuri gang-gang dan melihat gadis itu. Dia tetap memandang langit, hanya saja pernah beberapa hari aku tidak melihatnya duduk di halaman itu, tapi hari berikutnya aku melihatnya lagi. Aku hanya menebak mungkin saat itu ia sedang nginap di rumah kekeknya atau pergi ke sebuah tempat untuk bertamasya.
            Aku rasa gadis itu benar-benar menyukai langit di senja hari. Memang benar. Senja sangatlah indah. Sesekali aku pernah melihat dia tengah berbicara menghadap langit. Seakan dia tengah bercakap-cakap dengan seorang teman. Pernah juga dia menunjuk-nunjuk ke arah langit, seakan dia tengah memegang tongkat peri dan memerintahkan langit agar diam pada senja saja.  Banyak makna yang ku dapat dari gadis kecil itu, tapi sampai saat ini aku hanya mampu melihatnya dari balik pohon.

****

            Kini sudah masuk bulan ke tiga aku mengamati gadis itu. Kala itu langit sedikit mendung. Gadis kecil itupun nampak terlihat murung. Batinku terdesak untuk mendekati dan mengajak berbicara gadis itu.
Aku mencoba mendekatinya. Kulihat wajahnya polos dan agak pucat. Bibirnya mengering dan terlihat pecah-pecah. Tubuhnya sangat kecil dan kurus. Aku tak melihat rambutnya, kini dia tengah menggunakan penutup kepala yang terlihat seperti topi. Aku mencoba mengintip ke sebuah buku yang di peganginya, mencoba melihat apa yang selama ini dia tuliskan, samar-samar aku melihat tulisan yang mencirikan bahwa itu memang tulisan anak-anak, ia menggunakan huruf kapital pada garis pertama bukunya yang bertuliskan “BEREBUT SENJA”. Aku sempat terkaget dengan tulisan itu. Tulisan itu seperti tema dari seorang penulis hebat. Sebuah tulisan yang tidak pernah aku fikirkan bahwa akan di tulis oleh seorang gadis kecil.
            Gadis itu seakan tidak merasakan kehadiranku. Ia tetap memandang langit dengan sorotan mata yang tajam. Seolah ia sedang marah karena awan gelap menghalanginya melihat lukisan emas sebuah senja.
            “Kamu sedang lihat apa dek” ? Tanyaku mengawali pembicaraan. Hening tak ada jawaban. “Langit indah yah”. Ucapku lagi. Tapi lagi-lagi tak ada jawaban.
            “Kamu sedang menulis apa?” kali ini dia langsung memeluk bukunya seakan dia takut kalau aku akan mengambilnya.  Tetap saja matanya memandangi langit.  
            “Orang tua kamu mana?” sekilas dia menatapku, dan kembali menatap langit. Aku heran dengan tatapannya, seketika dia mengangkat tangannya dan menunjuk ke arah rumah besar di belakangnya. Isyarat bahwa mungkin orang tuanya ada di dalam rumah. Sedikit ada harapan aku bisa berbicara dengannya.  Aku pun menundukkan badanku, melipat kaki sambil memeluk lututku, diam menemaninya memandang langit yang tertutup awan.
Hari-hari berikutnya aku tidak lagi menatapnya dari balik pohon. Kini aku berdiri tepat di sampingnya. Mengajaknya bercerita meski tak ada jawaban. Pernah ku dapati seorang wanita berpakaian putih itu menemaninya di halaman rumah. Wanita itu tersenyum ramah kepadaku. Aku mencoba menanyakan perihal gadis kecil itu, pertanyaan sama yang pernah aku tanyakan pada ibu-ibu yang sedang mengangkat jemuran. Ibu itupun hanya senyum dan mengatakan anak itu menyukai senja. Tak ada jawaban lain yang ku dapat. Hanya itu.

****

            Hari ini aku tak sempat singgah melihat anak itu, aku dan beberapa temanku janjian untuk menjenguk seorang teman di rumah sakit. Aku berusaha membuat janji tidak pada sore hari. Tapi beberapa temanku hanya punya waktu luang pada sore hari. Dengan sangat terpaksa aku mengiyakan dan membuat janji untuk kerumah sakit pada sore hari. Di lorong rumah sakit aku duduk sambil menunggu giliran agar bisa masuk ruangan tempat temanku di rawat. Hanya dua orang yang bisa masuk menjenguk ke kamar rumah sakit itu. Jadi kami masuk secara bergantian.
            Dari arah berlawanan aku melihat beberapa petugas rumah sakit tengah berburu waktu, seakan mereka sedang mengadakan lomba lari. Perawat-perawat itu berjalan dengan cepat, beberapa di antaranya ada yang mendorong sebuah tempat tidur menuju arah IGD. Aku berfikir mungkin ada pasien yang sedang gawat. Gerombolan perawat itu melintas tepat dihadapanku, tak sempat aku melihat siapa orang yang ada di tempat tidur itu karena posisiku saat itu tengah duduk.  Mataku mengikuti gerak tempat tidur itu, ada sepasang suami istri muda yang tengah menangis mengiringi pasien tersebut. Pasien itu makin menjauh dan samar-samar aku mendapati sosok perempuan tidak begitu tua yang tidak terlihat asing bagiku. Aku teringat, wanita itu adalah wanita yang pernah berdiri menemani gadis kecil di halaman itu. Aku baru ingat dulu ia menggunakan seragam putih-putih yang baru ku mengerti bahwa dia adalah seorang perawat. Tak sempat aku menyapanya, karena posisinya aga lumayan jauh dari tempat dudukku. “Mungkin dia kerja di rumah sakit ini” gumanku dalam hati.
            Lamunanku buyar ketika temanku menepuk bahuku sambil berkata bahwa kini giliranku yang masuk. Aku pun bergegas masuk menjenguk temanku yang sedang sakit.

****

            Hari ini perkuliahanku sudah berakhir sejak waktu dhuhur. Aku berfikir untuk menyegerakan pulang dan singgah melihat gadis kecil itu lagi.  Sehabis makan siang aku pun bergegas pulang dan kembali menyusuri gang-gang kecil tempat anak itu tinggal. Aku berdiri menatap halaman rumah gadis tersebut. Aku tak mendapati gadis itu. Hanya ada kursi kosong di halaman itu. Aku berfikir mungkin aku datang terlalu cepat. Aku pun memutuskan untuk duduk di samping kursi itu sambil menunggu gadis itu keluar dari rumah. Rumahnya tertutup. Aku fikir mungkin mereka sedang tidur siang.
            Aku tak sengaja terlelap. Mungkin karena kelamaan menunggu jadi aku tertidur. Ku coba melirik ke jam yang melingkar di tanganku, pukul lima sore. Ku palingkan wajahku ke sebelah kiri, kursi itu kosong. Gadis itu tak keluar dari rumahnya. Aku pun berdiri dan mengetuk-ngetuk pintu rumahnya mencoba membangunkan siapa tahu mereka ketiduran. Tak ada jawaban dari dalam. Hening dan sunyi.
            Ku coba lagi datang pada esoknya. Tapi aku tak mendapatinya. Rumahnya pun masih nampak tertutup rapat. Aku mencoba menunggu hingga senja bersembunyi di balik gelap, tapi gadis kecil itu tak kunjung datang. Mungkin kini ia nginap di rumah kakeknya, atau mungkin dia sedang berjalan-jalan karena bosan disini. Tapi aku berfikir dia pasti kan kembali lagi.
            Besok, besok dan besoknya lagi aku datang dan menunggunya di samping kursi yang sering ia duduki. Tapi gadis kecil itupun tak menampakkan dirinya. Aku merasa sangat sedih, entah mengapa. Bahkan langit di senja hari pun seakan ikut menangis karena tak ada lagi yang memandanginya.
 Aku mulai bertanya pada tetangga di sekitar rumah itu. Mereka pun tak tahu. Yang mereka tahu hanya ada gadis kecil dan seorang pembantu tinggal disitu. Orang tua gadis itu bekerja di luar negeri. Dan para tetangga pun jarang berinteraksi dengan pembantu itu. Kata mereka, penghuni di rumah itu tak pernah keluar walau hanya sekedar bercanda dengan tetangga. Oleh sebab itu, para tetangga pun tak pernah ambil pusing dengan keluarga itu. Dan mereka tidak tahu menahu apa yang terjadi dengan keluarga itu. Aku sedikit kecewa dengan pernayataan tetangga-tetangga itu. Rasanya seperti ada yang hilang dari diriku. Sudah seminggu lamanya aku menunggunya di halaman rumah. Tapi gadis kecil tak pernah muncul lagi.
Pada suatu hari aku mengunjungi rumah itu. Ada sedikit harapan karena pintu rumah gadis kecil itu terbuka. Aku sangat bahagia. Aku pun bergegas bergerak menuju rumah itu dan mengetuk-ngetuk pintunya. “Assalamu alaikum” ku ucapkan hingga berulang-ulang kali. Dan akhirnya aku mendengarkan jawaban “waalaikum salam” dari dalam rumah tersebut.  Beberapa detik kemudian wanita yang ku lihat di rumah sakit pada waktu yang lalu pun keluar. Aku bisa merasakan bahwa ada raut keheranan saat dia melihatku berdiri di depan pintu.
Silahkan masuk dek. Pintanya sambil tersenyum. Aku pun membuka sepatuku dan bergegas masuk. Tanpa basa basi aku pun langsung bertanya, “Gadis kecil yang sering duduk di halaman itu kemena yah bu?” sambil menunjuk ke arah halaman rumah. Wanita itu hanya senyum tipis. Aku melihat ada gumpalan air sedang tertampung di matanya. Gadis itu bernama “laras” kata wanita itu.
“ dia kemana yah bu?” tanyaku penasaran.
“ sekarang dia tengah istirahat di tempat yang indah” sahut wanita itu.
“Dimana bu?” tanyaku lagi.
“di syurga” jawabnya singkat.
Mendengar jawaban wanita itu, hatiku pun rasanya ingin meledak. Sesak dan terasa menghimpit saluran pernafasanku. Aku hanya diam dan membisu.
            Aku pun pamit dari rumah gadis itu. Aku sudah tak sanggup bertanya lagi. Rasanya jawaban itu menyumbat mulutku untuk berbicara. Sebelum pulang, wanita itu memberiku sebuah buku tulis lusuh berwarna pink. dia mengatakan aku membacanya di rumah saja.

****

            Aku duduk di teras rumahku sambil menatap langit. Aku menatap langit yang menguning lalu berwarna seperti emas kemudian gelap. Senja memang indah.
Semenjak membaca buku tulis lusuh itu, semenjak bertemu gadis kecil itu dan semenjak aku berpisah dengan  laras. Aku mulai menyukai senja. Laras pergi tanpa pernah berbicara denganku. Tapi aku senang karena dia telah membantuku melihat keindahan langit.
            Laras kecil, pergi menuju syurga. Ia pergi setelah bertengkar dengan awan mendung. Mereka sedang BEREBUT SENJA. Laras merasa sedih ketika awan mendung menghalanginya bertemu dengan senja. Tapi ia tak pernah menyalahkan awan mendung. Sebab ia merasa senja yang menyuruh awan mendung untuk datang menutupinya. Ia pergi setelah berjuang untuk tetap melihat senja. Ia pergi karena ia merasa tuhan lebih sayang padanya dari pada senja. Sebab senja pergi ketika matahari juga pergi. Dan hanya datang ketika matahari hendak pergi lagi.
            Laras merasa bahwa senja adalah sahabat terbaiknya. Dan awan mendung adalah sosok penganggu yang menghalanginya bertemu sahabatnya. Dalam buku lusuh itu ia berkata, bahwa ia Telah mendapat sahabat lagi selain senja. Yang menemaninya ketika senja tertutup oleh awan mendung. Yaitu seorang kakak manis di balik pohon. kakak manis yang sudah berani berdiri di dekatnya. Kakak manis yang tidak takut tertular penyakitnya. Kakak manis yang mengajaknya bercerita.