Cinta yang tulus berasal dari hati tak harus mngharap balasan perasaan yang sama...
kita hanya bisa mencintai lebihnya tergantung orang yang kita cintai menilai seberapa besar cinta kita,,...
jarang kta temukan orang yang kita cintai mencntai kita apa adanya...
maka dari itu jika kmu menemukannya..
janganlah kau lepaskan dia.,
karena mungkin dia tak akan datang untuk yang ke dua kalinya...
Tapi sebaiknya Kita memilih orang yang kita cintai juga mencintai Allah :)
Cinta _
- Minggu, 29 September 2013
Penyelesaian masalah
-
Pernakah anda merasa orang yang paling tidak berharga dalam hidup anda,,
Mungkin kita pernah berifkir untuk lari dari sebuah masalah..
Akan tetapi itu tidak akan menyelesaikan masalah tetapi akan menambah masalah yang ada..
Oleh sebab itu, hadapi masalah degan hati terbuka dan pikiran jernih...
Maka masalah akan pergi mninggalkanmu...
Sebaliknya jika kmu meninggalkan masalah maka masalah tersebut akan terus mengejarmu sampai kaimu bsa menghadapinya...
Pantulan
-
Cerita Dari Gunung
Seorang bocah mengisi waktu luang dengan kegiatan mendaki gunung bersama ayahnya. Entah mengapa, tiba-tiba si bocah tersandung akar pohon dan jatuh. " Aduhh!" jeritannya memecah keheningan suasana pegunungan. Si bocah amat terkejut, ketika ia mendengar suara di kejauhan menirukan teriakannya persis sama, " Aduhh!".
Dasar anak-anak, ia berteriak lagi, " Hei! Siapa kau?" Jawaban yang terdengar, " Hei! Siapa kau?" Lantaran kesal mengetahui suaranya selalu ditirukan, si anak berseru, " Pengecut kamu!" Lagi-lagi ia terkejut ketika suara dari sana membalasnya dengan umpatan serupa. Ia bertanya kepada sang ayah, " Apa yang terjadi?"
Dengan penuh kearifan sang ayah tersenyum, "Anakku, coba perhatikan." Lelaki itu berkata keras,
"Saya kagum padamu!" Suara di kejauhan menjawab, Saya kagum padamu!" Sekali lagi sang ayah berteriak " Kamu sang juara !" Suara itu menjawab, "Kamu sang juara!" Sang bocah sangat keheranan, meski demikian ia tetap belum mengerti. Lalu sang ayah menjelaskan, "Suara itu adalah gema , tapi sesungguhnya itulah kehidupan."
Kehidupan memberi umpan balik atas semua ucapan dan tindakanmu. Dengan kata lain, kehidupan kita adalah sebuah pantulan atau bayangan atas tindakan kita. Bila kamu ingin mendapatkan lebih banyak cinta di dunia ini, ya ciptakan cinta di dalam hatimu. Bila kamu menginginkan tim kerjamu punya kemampuan tinggi, ya tingkatkan kemampuan itu. Hidup akan memberikan kembali segala sesuatu yang telah kau berikan kepadanya.
Ingat, hidup bukan sebuah kebetulan tapi sebuah bayangan dirimu
Harapanku Untu kalian :)
-
Aku selalu Merenung.
akan semua Hal yang telah bnyak Qu lewati brsama Kedua Orang tuaQ.....
Aq sering membuatnya Marah..
Sering buat mereka kecewa,
Sering buat mereka sakit hati..
Bahkan pernah membuat mereka menangiss
tapi...
mereka tidak pernah membenciku..
malah mereka selalu memberikan yang trbaik untukku..
mereka selalu menasihatiku,
membimbingku.,,
tak bosan mengajariku..
Aku pun kini sering mnangis sesal akan perbuatanQ...
Ku selalu berjanji dalam hati tak kaN perNah mengulangi kesalahanQ lagi..
Aq Sayang kalian..
Di setiap sujudKu selalu ku sisipkan doa dan air mata untuk kesehatan,kebahagian,eksabaran kalian..
Aku selalu berharap agar suatu saat keLak.aku bisa membahagiakan kalian,.
Menjaga kalian,memelihara kalian di masa2 tua,.
Ku ingin mnjadi anak yang berbakti..
anak yang solehaa..
agar kalian bangga telah melahirkan aQ..
Ummi,...Abi...
Makasih atas seMua yang kalian berikan..
Mungkin Aku tdaK bsa membalas jasa kalian..
Tapi ku ingin kau tahu,,
Selalu terselip keinginan yang besar untk membahagiakan kalian..
Agar allah subhana wa ta'ala tahu..
Bahwa kalian telah berhasil mendidikku mnjadi anak yang solehaa..
LUV You Mom n daD..Ku mncintai kalian stelah tuhanKU,..........
MAKASIH ATAS SEMUANYA........................
Hari Pertama di sekolah baru
-
Catatan kesatu
Hari pertama
Waktu masih
begitu remang-remang dan azan shubuhpun belum terdengar. Tapi aku sudah membuat
kacau isi rumah. Aku bangun pagi-pagi sekali, tidurpun rasanya gelisah. Rasanya
aneh saat aku mengingat-ingat tentang sekolah baru yang akan ku masuki. Tak ada
sesosok orang pun yang aku kenal di sekolah itu
Kecuali shofi. Shofi termasuk tetangga yang rumahnya tidak begitu jauh
dari rumahku. Ketika mendengar bahwa aku ingin pindah di sekolahnya ia pun
langsung buru-buru menelponku dan memastikannya. Kedegarannya ia sangat senang
ketika tahu aku akan sekelas dengannya nanti.
Menurut beberapa sumber yang aku
dengar jadi siswa baru itu sangat tidak menyenangkan. Karena semuanya serba
asing. Mulai dari tempat, suasana dan orang-orang disekeliling kita pun
semuanya asing. Memperkenalkan diri sebagai siswa baru dihadapan teman-teman
baru pun rasanya sangat aneh. Hal itupun yang membuat aku sedikit gelisah
ketika tidur.
Hari itu hari senin. Hari dimana
pertama kali aku akan masuk ke sekolah yang baru. Di hari sebelumnya aku sudah
janjian dengan shofi untuk berangkat kesekolah bersama-sama. Orang tuaku tidak
bisa mengantarku karena mereka harus pergi ke sebuah desa untuk suatu
keperluan.
Setelah sarapan pagi aku berubah
fikiran dan memutuskan untuk berangkat kesekolah setelah upacara bendera
selesai. Aku berfikir orang-orang akan melihatku asing ketika aku ikut upacara
di tengah-tengah mereka. Setelah
menelpon shofi untuk menyuruhnya tidak menungguku, aku langsung menelpon salah
satu staf guru di sekolah bahwa aku akan datang setelah upacara bendera telah
selesai. Setelah mendengar beberapa alasanku gurupun memaklumi dan membiarkan
aku datang ke sekolah agak terlambat.
Semenit sebelum upacara selesai
shofi menelponku agar aku bersiap-siap menuju sekolah agar tidak telat masuk
dalam kelas. Akupun bergegas menuju kesekolah.
“ Assalamu alaikum” kata pak Rudi
wali kelasku. Saat itu aku agak terlambat dan guru mata pelajaran bahasa
inggris sudah masuk dikelas. Sehingga pak rudi lah yang mengantarku menuju
ruangan kelasku.” Waalaikum salam” jawab teman-temanku. Maaf mengganggu bu’ ini ada siswi pindahan
yang mulai saat ini akan ikut belajar bersama-sama dengan kita. Pak rudi pun
menyerahkanku kepada ibu ningsih yang kebetulan sedang mengajar di dalam
ruangan kelas tersebut. Ibu ningsih
tersenyum ramah kepadaku. Hal itu sedikit membuatku tenang dan membuatku mulai
nyaman. Karena mata pelajaran saat itu
adalah bahasa inggris maka ibu ningsih pun menyuruhku memperkenalkan diri
dengan menggunakan bahasa inggris.
Saat itu aku tak berani menatap
teman-teman yang ada dihadapanku. Karena terus menunduk ibu guru pun menyuruhku
mengangkat kepala dan berkata bahwa aku tidak usah malu karena kita semua
adalah teman. Aku pun mengangkat kepalaku dan berusaha untuk Percaya diri.
Ketika aku mengangkat kepala dan berusaha mencari tempat duduk shofi saat itu
sosok yang pertama kali aku pandang adalah seorang cowok yang duduk dua bangku
dari belakang. Sejenak aku terdiam dan terkejut karena pandangan kami bertemu
dan saling beradu. Tidak ada kesan menarik saat pertama melihatnya hanya saja
ada sesuatu yang berbeda. Aku pun segera mengalihkan pandangan dan segera
memperkenalkan diri “ Hello i will
introduce my self, my name is Juliani.
You can call me july. aku pindahan dari
pesantren istiqomah dan sekarang berdominsili di jln. Sultan hasanuddin. Aku
melanjutkannya dengan bahasa indonesia. Beberapa teman cowo berteriak sambil
berkata nomor Hpnya berapa. Tapi aku pura-pura tak mendengar dan berusaha
tenang menghadapi suasana. Setelah
memperkenalkan diri, aku pun di suruh duduk paling belakang. Dan saat itu
bangku kosong hanya ada di samping ketua kelas. Aku pun langsung duduk di
samping ketua kelas.
Hai saya dika. Nyantai aja kalau
disini. Kalau ada yang tidak kamu mengerti tanya saja ke saya yah. Kata ketua
kelas kepadaku. Kesan pertama dia sangat ramah dan memang benar-benar sangat
perhatian kepadaku. Setelah jam
pelajaran bahasa inggris selesai teman-teman kelaspun mengerumuniku walau hanya
sekedar bertanya-tanya. Diantara kerumunan teman-temanku, aku tidak menemukan
sosok cowok yang pertama kali aku lihat didalam kelas. Aku mencoba mengalihkan pandanganku
kebeberapa sudut kelas, dan aku melihat
dia sedang berjalan keluar kelas dengan dua teman cowok yang lainnya. Sedikit
agak kecewa karena dia tak mampir untuk sekedar berkenalan denganku seperti
teman-teman yang lainnya.
Shofi mengajakku untuk jalan-jalan
keluar kelas agar bisa cepat berdaptasi. Tapi aku merasa agak canggung dan
malu. Jadi kami memutuskan untuk ngobrol-ngobrol di kelas saja. Aku membisik di
telinga shofi dan menanyakan nama cowok yang duduk di bangku kedua dari
belakang, shofi sedikit mikir dan bertanya yang mana yah. Itu yang orangnya
tinggi kurus. Ooh yang itu, shofi pun tersenyum sambil mengejekku dan membisik
pelan ke telingaku, namanya reza.
Tak beberapa lama ada tiga cewek
yang mendekatiku dan mencoba berkenalan denganku. Namanya yuni, aqilah dan
fira. Aku baru tahu kalau yuni,aqilah dan shofi adalah teman yang lumayan
akrab. Dan mereka pun mengajakku selalu bersama-sama dengan mereka. Saat itu
aku berfikir bahwa sekolah ini begitu menyenangkan.
Sekolah Baru (6 tahun yang lalu)
-
CATATAN SEKOLAH
Hari itu hari aku pertama masuk ke
sekolah yang baru. Beberapa guru yang melihatku mengira bahwa aku adalah siswi
yatim piatu. Aku teringat ketika hendak menemui kepala sekolah dan bertanya
apakah sekolah ini menerima murid pindahan atau tidak. Berhubung sudah tiga
bulan berselang setelah tahun ajaran baru. Saat itu usiaku baru menginjak
sekitar 15 tahun, mungkin kebanyakan dari anak seusiaku masih harus di temani
oleh orang tua untuk mengurusi segala keperluannya. Namun berbeda denganku
orang tuaku tidak pernah punya waktu untuk menemaniku, yang mereka tahu aku
adalah anak yang sudah harus mandiri tanpa harus selalu bergantung pada
mereka.
Saat itu aku memutuskan pindah
sekolah pada saat kelas 3 Smp. Aku pindah karena beberapa alasan. Tapi salah
satu alasannya adalah karena sekolahku yang dulu melaksanakan Ujian
Nasional tiga bulan lebih lambat dari
sekolah-sekolah pada umumnya. Dan aku tak suka dengan peraturan itu.
Kepindahanku ini mungkin bukan yang pertama kali. Sejak lulus sekolah dasar dan
masuk ke sekolah menengah pertama di raporku tercatat sudah dua kali pindah
sekolah. Tiap tahun ajaran baru aku masuk ke sekolah yang berbeda. Di kelas
tujuh aku masuk ke sekolah tsanawiyah kemudian orang tuaku memindahkanku
kedalam pesantren yang baru saja di rintis oleh temannya dan saat itu aku baru
masuk ke kelas delapan. Setahun di pesantren aku memutuskan untuk pindah
sekolah berhubung karena pesantren yang ku tempati adalah rintisan pertama dan
beberapa sarana dan prasarananya masih sangat kurang. Ujian nasionalnya pun
harus telat tiga bulan dari sekolah yang lainnya. Hal ini yang membuatku tidak
betah dan mengurusi sendiri kepindahanku ke sekolahku yang baru pada saat aku
sudah duduk di kelas sembilan.
Kepala sekolah menyambutku dengan
ramah ketika aku menawarkan diri untuk pindah kesekolah tersebut. Dan
alhamdulillah setelah berkas-berkas ku lengkapi aku sudah bisa masuk kesekolah
tersebut.
Teman masa lalu
-
Aku dan teman-temanku
July
Aku bernama july,
mungkin karena aku dilahirkan pada bulan juli makanya aku dinamakan demikian.
Aku Sangat mudah merajuk tapi sangat
mudah memaafkan. Mudah jatuh cinta sama seseorang tapi sangat cepat bosan. Suka
GR dan PD kalau sudah ada yang Muji. punya beberapa teman cewek yang sangat
baik dan perhatian. Suka nongkrong dipojokan kelas sambil makan somay. Bulan
pertama di sekolah yang baru langsung di kenal oleh guru dan senior dari
smk.
Reza
Sosok yang pertama kali aku tatap dalam kelas
saat memperkenalkan diri. Orangnya tinggi kurus dan paling sesuai denga tipe
aqilah. Hobbinya main gitar dan suka malakin murid cewek. Baik, humoris dan
jago bahasa inggris. Selalu meraih rangking tiga besar di kelas. Banyak adik
kelas yang diam-diam naksir ama dia termasuk aqilah. Banyak gosip yang beredar kalau dia pacaran
sama senior yang di Smk, tapi tidak pernah terbukti sih. Suka benget dengar
lagu yang bernada cadas ataupun rock.
Aku salah satu teman yang bisa di bilang yang paling sering sms-an
dengan dia tapi hanya sekedar sms tidak lebih.
Aqilah
Cewek manis yang
selalu tersenyum ramah kepadaku. Rambutnya ikal dan panjang. Hidungnya mangcung
dan mirip orang arab. Tidak tinggi dan tidak pendek amat. Sangat mudah bergaul,
pendiam sih nggak tapi tidak suka ngegosip. Paling suka makan bakso dan
menyukai tipe cowok yang tinggi kurus. Sangat amanah dalam menyimpan rahasia.
Makanya paling suka curhat ama dia.
Rian
Cowok yang pertama
kali senyum padaku di ruang perpustakaan. Yang selalu buat tingkah lucu tapi garing.
Sok ganteng tapi emang lumayan. Anak seorang kepala sekolah yang penampilannya
sangat biasa. Suka keringatan kalau udah beraktifitas banyak. Orangnya baik dan
sok romantis. Agak cabi sih soalnya tidak terlalu tinggi. Dia pernah minjamin
aku pulpen pada saat aku lupa bawa pulpen.
Fira
Kesan pertama
orangnya cantik dan manis. Tapi karena kurang akrab kelihatannya sangat jutek.
Baik sih, tapi orangnya jarang join dengan teman-teman lain. Dia lumayan akrab
dengan aqilah. Punya segudang rahasia yang selalu di ceritain sama aqilah.
Salah satu cewek yang selalu di ejekin pacaran dengan rian. Kelihatannya mereka
menyimpan perasaan yang sama tapi selama ini tak pernah jadian.
Shofi
Sahabat yang
sangat baik. Yang tahu semua tentangku dan akupun tahu semua tentangnya. Ada
beberapa orang yang bilang kami kembar di karenakan dia dan aku memiliki postur
tubuh yang sama. Cabi dan tidak terlalu tinggi. Kami sama-sama memiliki wajah
yang bulat. Sangat suka sama cowok dewasa. Orangnya moodian, jadi nggak bisa di
ajak ngobrol kalau lagi bete.
Dika
Ketua kelas yang
sangat disiplin. Dia teman sebangku aku. Aktif dalam organisasi sekolah baik
itu pbb,pramuka dan sebagainya. Orangnya tinggi dan berkulit sawo matang. Ngga
pernah minta di contekin saat ulangan padahal teman-teman yang lain biasanya
nanya sama aku. Orangnya sangat on time. Dia punya pacar setahun lebih tua di
atas kami. Selalu nawarin aku makan ke kantin pas lagi istirahat, ngajarin main
gitar dan suka nyanyi bareng denganku kalau lagi pelajaran kosong.
Yuni
Salah satu cewek
tomboy di kelas kami. Aku lumayan akrab dengannya. Dia selalu membela aku
ketika ada beberapa senior dari smk yang selalu gangguin aku (maklum saja dulu
kan murid baru). Cewek yang paling jarang jajan di kantin kecuali kami yang maksa
ngajakin dia. Aku pernah berantem dengan dia karena kesalah pahaman tentang
seseorang. Selalu iri sama shofi mengenai hal-hal yang menyangkut dengan cowok.
Nasehat Untu seseorang . .
- Sabtu, 28 September 2013
Kata kakak, kita akan di uji pada titik terlemah yang kita miliki.
Sebuah nasihat yang ku lontarkan pada seorang saudari, tapi nasihat
inilah yang membuat saya merasa di nasihati oleh kata-kata ini.
Ukhty, apakah ukhty baik-
baik di sana?
Maaf kalau saya sok ingin tahu dengan keadaan ukhty.
Maaf juga kalau saya berusaha mencari tahu apa yang terjadi sama
ukhty, meski aku tahu ukhty tak ingin aku tahu masalah ukhty.
Satu hal yang saya mau sampaikan ke ukhty, bagaimanapun kondisi
yang ukhty alami jangan sampai ukhty merasa bahwa keimanan ukhty berada pada
titik terbawah. Karena seseorang tak akan pernah di katakan beriman sebelum ia
di uji oleh allah. Dan satu hal yang perlu ukhty ketahui “Setiap hamba di uji
sesuai dengan kadar kemampuannya” . Maka yang harus kita sadari bahwa ujian itu
datang untuk membuat kita lebih kuat agar kualitas keimanan kita bisa naik ke
tingkat level berikutnya.
Ukhty, terus terang saya merasa cemburu dengan keadaan yang ukhty
alami saat ini. Allah memberi ujian yang berat kepada ukhty itu berarti ada
keimanan dalam diri ukhty yang pantas di uji dengan ujian seperti itu.
Dan saya merasa bahwa jalan hidup yang saya alami terasa begitu
mulus-mulus saja. Saya merasa iri kepada ukhty. Kadang saya bertanya-tanya
dalam sholat- sholat saya. Mengapa ujian itu tak kunjung datang menghampiriku?
Apakah tak adasecuil keimanan di diri
saya sehingga ujian itu tak jua mengunjungi saya? .
Sebagai hamba yang merasa bahwa ujian berat itu datang
menghampirimu. Maka berbahagialah ukhty. Itu adalah sebuah nikmat dari allah,
yang hendak menguji keimanan yang ada pada diri-diri kita. Dan hasil akhirnya
akan berakhir dengan ketaatan yang lebih ataukah kemunduran iman. Sebab ujian
itu datang bersifat menguji. Apakah kita akan taat atau menjadi lemah.
Aku Tak Ingin Cepat mati
-
Aku meratap dalam sunyi.
Meraba-raba apa yang kini aku sesali.
Aku tak ingin begitu cepat mati.
Tak juga ingin pergi tanpa kembali.
Kini jiwaku terasa amatlah letih.
Menghadapi dunia yang sangat tak manusiawi.
Aku hanya bisa berdiri sambil tertatih.
Berharap jawaban akan segera ku temui.
Aku tak ingin begitu cepat mati.
Tak juga ingin pergi tanpa kembali
Perjalanan ini belum bisa ku akhiri.
Amalanku belum sejengkal terlewati.
Ku mohon panjangkan usia ini.
Aku tak ingin begitu cepat mati.
Tak juga ingin pergi tanpa kembali.
Ayah ibuku, yang sangat ku sayangi.
Aku berdo’a kini tanpa henti.
Agar syurga bisa kita tempati.
Agar neraka di jauhkan dari keluarga kami.
Aku tak ingin begitu cepat mati.
Tak juga ingin pergi tanpa kembali
Tuhan, apakah ajalku sudah dekat menghampiri?
Amalanku belum sejengkal terlewati.
Ku mohon panjangkan usia ini.
Aku tak ingin begitu cepat mati.
Tak juga ingin pergi tanpa kembali.
Syair lirih negeri timur
- Selasa, 17 September 2013
Peperangan kini telah di abadikan dalam tiap jiwa-jiwa yang penuh
dengan nestapa.
Negeri timur hanya mampu merunduk kesakitan dalam tiap sorak
ledakan di kepalanya.
Allahu akbar adalah teriakan membara yang membakar jiwa-jiwa mereka
yang terus merana.
Udara adalah kepulan asap yang menjadi pusat kehidupan tiap hati
yang rindu singgasana.
Keringat dan darah tak jelas lagi warna keduanya.
Bumi nan indah telah berisi dengan bangunan yang hancur porak
poranda.
Hanya suara pilu dan tangisan duka yang kini mereka punya.
Sujud dan do’a menjadi pintu yang memberi harapan penyejuk hati.
Setiap jiwa yang penuh dengan kerusakan tak pernah akan bertahan
lama dan abadi.
Perjuangan atas nama tuhan tak akan pernah berakhir hanya dengan
kekejaman rendahan seperti ini.
Kematianlah yang di tunggu-tunggu oleh hamba tuhan yang rindu akan
ilahi.
Kahancuran negeri ini, memang adalah sesuatu yang tuhan restui.
Bukan sebagai tanda tak berpengasih, tapi tuhan hendak menguji
jiwa-jiwa yang imannya terpenuhi.
Ketahuilah kemenangan atas zionis jahannam bukanlah sebuah
angan-angan yang tak pasti.
Ingatlah dan Tunggulah, pemilik semesta tak akan pernah menyalahi
sebuah janji.
Mereka Bilang
-
Mereka bilang memakai hijab sepertiku bagai sebuah kelambu
berjalan,
Tapi tanpa mereka sadari rambut mereka berkibar bak rambut jagung
yang sedang melambai.
Mareka bilang memakai hijab sepertiku sungguh sangat panas,
Tapi tanpa mereka sadari kulit mereka terbakar akibat tersengat
langsung oleh sinar matahari.
Mereka bilang memakai hijab sepertiku sangatlah sulit mendapat
pekerjaan,
Tapi tanpa mereka sadari lamaran kerja mereka di tolak di sana
sini.
Mereka bilang memakai hijab sepertiku akan sulit dapat jodoh,
Tapi tanpa mereka sadari air mata mereka selalu mengalir akibat
cinta semu sang pujaan hati.
Mereka bilang memakai hijab sepertiku sangatlah kolot,
Tapi tanpa mereka sadari pergaulan mereka begitu menyayat hati.
Mereka bilang memakai hijab sepertiku itu ketinggalan zaman,
Tapi tanpa mereka sadari zaman telah meninggalkan mereka dengan
sejuta janji.
Mereka bilang memakai hijab sepertiku bak seorang teroris,
Tapi tanpa mereka sadari perilaku mereka tak mencerminkan sebagai
manusia sejati.
Mereka bilang memakai hijab sepertiku adalah wanita sok suci,
Tapi tanpa mereka sadari lingkungan mereka membawanya kepada
perbuatan tak berharga diri.
Mereka bilang, mereka bilang , mereka bilang.
Tapi tanpa mereka sadari ucapan mereka bagai seorang hamba yang tak
pernah tau diri.
Cemas
-
Aku cemas melihat anak-anak wanita kini tumbuh besar tanpa busana.
Mereka adalah korban yang tumbuh di antara keganasan zaman.
Anak-anak itu berjalan seperti tak mengenal dosa.
Menganggap aurat adalah sebuah pajangan indah yang menawan.
Indahnya dunia telah membuat mata mereka silau dengannya.
Tak melihat lagi bahwa mereka adalah sebuah perhiasan yang harus
ditutup rapat.
Aku cemas melihat wanita-wanita kini hidup tanpa pegangan.
Sibuk memajang diri di berbagai sudut media zaman.
Atas nama kemewahan mereka telah tunduk di bawahnya.
Aurat pun kini telah menjadi ikon dunia yang tak pernah lepas dari
pandangan.
Tak pernah tahu yang mana harga diri dan yang mana hak asasi.
Aku cemas melihat wanita-wanita
yang akan melahirkan sebuah generasi.
Generasi yang sama dengan generasi sebelumnya.
Generasi yang terus maju mengikuti langkah-langkah bisu dalam
sebuah dekapan.
Tak kan ada lagi harapan jika tak ada perubahan.
Wanita adalah aset terbesar sebuah kemajuan tiap peradaban.
Janganlah kalian rusak wahai permata dunia.
Segeralah bangun dari tidur panjang kalian.
Dunia tak hanya selebar daun pepaya.
Melangkahlah jauh dari semua angan-angan.
Tinggalkan semua bayangan semu yang mengintai diri-diri kalian.
Jadilah wanita bersahaja dengan hijabmu.
Jadilah pembeda antara permata indah dengan perhiasan imitasi
kusam.
Jangan biarkan permata yang mahal itu terjual dengan harga murah.
Jangan biarkan seseorang yang bukan halal bagimu mengambil permata
itu darimu.
Jagalah perhiasanmu..
Berebut Senja
- Minggu, 08 September 2013
Titik air yang jatuh dengan sangat halus menciptakan lukisan
pelangi di langit senja. Kawanan burung-burung berbondong-bondong mengitari
beberapa hiasan langit yang mulai berwarna keperakan. Nampak dibawah sana
daun-daun dan pepohonan melambai-lambai dengan syahdu seakan mengucapkan
selamat tinggal kepada sang surya yang tak pernah lelah menampakkan cahayanya.
Di dalam sebuah
rumah sederhana aku memulai sebuah cerita.
Cerita dimana aku tak pernah letih memandang langit di sore hari. Aku
menghabiskan waktu petang sambil duduk di beranda teras rumah yang sudah mulai
usang hanya untuk mengantarkan langit menuju kegelapan malam. Aku selalu takut
jikalau aku tak dapat melihat keindahan itu lagi pada esok hari. Orang-orang
yang mengenalku tak lagi heran dengan kebiasaanku ini. Jika sore hari telah tiba
orang-orang tak akan lagi menyuruhku ini dan itu, karena mereka sudah tahu
bahwa sore hari adalah waktu dimana aku akan duduk termenung memandang langit.
Kebiasaan ini
bukan kebiasaan yang aku bawa dari masa kecilku. Tapi kebiasaan ini baru mulai
aku jalani sejak dua tahun silam. Dimana dahulu aku adalah seorang mahasiswi
yang sehari-hari di sibukkan dengan kegiatan kampus dan sebagainya. Kebiasaan
yang baru muncul ketika aku kehilangan “dia”.
*****
Kala itu aku baru saja pulang dari kampus. Aku berjalan kaki dengan
membawa buku-buku yang aku dekap didadaku. Dengan langkah lesu aku berjalan
menyusuri gang-gang kecil untuk mengambil jalan pintas agar tidak menempuh
jarak yang jauh. Sudah dua hari ini aku
pulang dengan berjalan kaki. Aku harus menghemat uang saku agar aku dapat
memakainya untuk keperluan yang lebih penting dan mendesak. Saat itu entah apa
yang ku fikirkan, aku merasa melihat seorang gadis kecil berusia sekitar
sembilan tahun ia tengah duduk di halaman rumah tak berpagar yang terlihat agak
besar. Ia duduk sambil melamun menatap langit pada sore hari dia tidak hanya
sekedar melamun tapi aku melihat dia tengah memegang sebuah pena dan kertas.
Dua hari berturut-berturut aku melihatnya demikian, bahkan dengan posisi duduk
yang sama.
Ia menatap langit dengan sorotan mata yang tajam. Entah apa yang
ada di benaknya tapi aku merasa dia tengah merangkai kata mengenai langit. Entah
sejak kapan aku mulai memperhatikannya. Rambutnya yang di hantam angin
menampar-nampar halus wajahnya yang terlihat seperti berwarna putih kepucatan.
Gadis kecil itu telah duduk di situ ketika sudah masuk waktu
petang. Tak ada yang begitu peduli dengannya. Warga di situ pun hanya
lalulalang seakan tak memperhatikannya. Aku menghabiskan waktu untuk
memperhatikannya.
“Siapa gadis cilik itu”? Tanyaku pada salah seorang ibu-ibu yang
tengah mengangkat pakaiannya dari jemuran.
“ dia?” sambil menunjuk kearah gadis itu. Iya jawabku dengan sigap.
“ooh itu laras”. Orang-
orang menjulukinya gadis senja.
“Gadis senja?”
“iya . karena dia selalu duduk merenung pada waktu senja. Sudah
hampir satahun dia seperti itu. Dulunya ia sekolah di SD, tapi entah sejak
kapan aku mendengar bahwa dia sudah berhenti dari sekolah. Tukas ibu-ibu itu.
Hampir setahun? Aku mengenyritkan kening dengan heran. Kalau adik tidak
percaya, cobalah untuk datang lagi di esok hari. Pinta Ibu itu. Aku sedikit
tidak puas dengan jawaban ibu itu. Entah
siapa anak itu. Aku semakin penasaran.
*****
Kala itu langit tengah gerimis, aku menatapnya sambil sembunyi di
balik pohon agar tak ada yang melihatku. Kali ini aku melihat dia tidak duduk
sendirian. Dia di temani seorang ibu-ibu yang tengah memakai pakaian serba
putih berdiri sambil memegang payung di belakangnya. Anak itu nampak sedih, ku
lihat matanya agak sedikit membengkak
seperti sehabis menangis. Kini ia tidak memegang pena dan kertas. Hanya sebuah
tatapan lesu yang sedang menengadah ke arah langit.
Esok harinya aku
mampir lagi. Dan ternyata benar. Gadis kecil itu lagi-lagi duduk memandang
langit. Dan kejadian ini hanya terjadi pada saat waktu petang telah tiba.
Dengan posisi duduk yang sama dan tentunya kali ini dia kembali memegang pena
dan kertas. Ada sesuatu yang berbeda dari penampilannya. Kini tidak ada lagi
kibaran rambut. Kini dia tengah memakai pentup kepala yang menutupi kepalanya
hinggah bagian leher. Tidak terlihat seperti kerudung. Mirip topi lebih
tepatnya. Aku bertanya-tanya dalam hati, apa yang dia rasakan pada saat petang?
Mengapa dia hanya duduk ketika sore hari? . Tidak ada jawaban pasti yang ku
dapat dari pertanyaanku kini. Orang-orang di sekitar situpun seakan tidak ambil
pusing dengan gadis itu.
Sebulan lamanya
aku menghabiskan waktu soreku untuk menyusuri gang-gang dan melihat gadis itu.
Dia tetap memandang langit, hanya saja pernah beberapa hari aku tidak
melihatnya duduk di halaman itu, tapi hari berikutnya aku melihatnya lagi. Aku
hanya menebak mungkin saat itu ia sedang nginap di rumah kekeknya atau pergi ke
sebuah tempat untuk bertamasya.
Aku rasa gadis itu
benar-benar menyukai langit di senja hari. Memang benar. Senja sangatlah indah.
Sesekali aku pernah melihat dia tengah berbicara menghadap langit. Seakan dia
tengah bercakap-cakap dengan seorang teman. Pernah juga dia menunjuk-nunjuk ke arah
langit, seakan dia tengah memegang tongkat peri dan memerintahkan langit agar
diam pada senja saja. Banyak makna yang
ku dapat dari gadis kecil itu, tapi sampai saat ini aku hanya mampu melihatnya
dari balik pohon.
****
Kini sudah masuk
bulan ke tiga aku mengamati gadis itu. Kala itu langit sedikit mendung. Gadis
kecil itupun nampak terlihat murung. Batinku terdesak untuk mendekati dan
mengajak berbicara gadis itu.
Aku mencoba mendekatinya. Kulihat wajahnya polos dan agak pucat.
Bibirnya mengering dan terlihat pecah-pecah. Tubuhnya sangat kecil dan kurus.
Aku tak melihat rambutnya, kini dia tengah menggunakan penutup kepala yang
terlihat seperti topi. Aku mencoba mengintip ke sebuah buku yang di peganginya,
mencoba melihat apa yang selama ini dia tuliskan, samar-samar aku melihat
tulisan yang mencirikan bahwa itu memang tulisan anak-anak, ia menggunakan
huruf kapital pada garis pertama bukunya yang bertuliskan “BEREBUT SENJA”. Aku
sempat terkaget dengan tulisan itu. Tulisan itu seperti tema dari seorang
penulis hebat. Sebuah tulisan yang tidak pernah aku fikirkan bahwa akan di
tulis oleh seorang gadis kecil.
Gadis itu seakan
tidak merasakan kehadiranku. Ia tetap memandang langit dengan sorotan mata yang
tajam. Seolah ia sedang marah karena awan gelap menghalanginya melihat lukisan
emas sebuah senja.
“Kamu sedang lihat
apa dek” ? Tanyaku mengawali pembicaraan. Hening tak ada jawaban. “Langit indah
yah”. Ucapku lagi. Tapi lagi-lagi tak ada jawaban.
“Kamu sedang
menulis apa?” kali ini dia langsung memeluk bukunya seakan dia takut kalau aku
akan mengambilnya. Tetap saja matanya
memandangi langit.
“Orang tua kamu
mana?” sekilas dia menatapku, dan kembali menatap langit. Aku heran dengan
tatapannya, seketika dia mengangkat tangannya dan menunjuk ke arah rumah besar
di belakangnya. Isyarat bahwa mungkin orang tuanya ada di dalam rumah. Sedikit
ada harapan aku bisa berbicara dengannya. Aku pun menundukkan badanku, melipat kaki
sambil memeluk lututku, diam menemaninya memandang langit yang tertutup awan.
Hari-hari berikutnya aku tidak lagi menatapnya dari balik pohon.
Kini aku berdiri tepat di sampingnya. Mengajaknya bercerita meski tak ada
jawaban. Pernah ku dapati seorang wanita berpakaian putih itu menemaninya di
halaman rumah. Wanita itu tersenyum ramah kepadaku. Aku mencoba menanyakan
perihal gadis kecil itu, pertanyaan sama yang pernah aku tanyakan pada ibu-ibu
yang sedang mengangkat jemuran. Ibu itupun hanya senyum dan mengatakan anak itu
menyukai senja. Tak ada jawaban lain yang ku dapat. Hanya itu.
****
Hari ini aku tak
sempat singgah melihat anak itu, aku dan beberapa temanku janjian untuk
menjenguk seorang teman di rumah sakit. Aku berusaha membuat janji tidak pada
sore hari. Tapi beberapa temanku hanya punya waktu luang pada sore hari. Dengan
sangat terpaksa aku mengiyakan dan membuat janji untuk kerumah sakit pada sore
hari. Di lorong rumah sakit aku duduk sambil menunggu giliran agar bisa masuk
ruangan tempat temanku di rawat. Hanya dua orang yang bisa masuk menjenguk ke
kamar rumah sakit itu. Jadi kami masuk secara bergantian.
Dari arah
berlawanan aku melihat beberapa petugas rumah sakit tengah berburu waktu,
seakan mereka sedang mengadakan lomba lari. Perawat-perawat itu berjalan dengan
cepat, beberapa di antaranya ada yang mendorong sebuah tempat tidur menuju arah
IGD. Aku berfikir mungkin ada pasien yang sedang gawat. Gerombolan perawat itu
melintas tepat dihadapanku, tak sempat aku melihat siapa orang yang ada di
tempat tidur itu karena posisiku saat itu tengah duduk. Mataku mengikuti gerak tempat tidur itu, ada
sepasang suami istri muda yang tengah menangis mengiringi pasien tersebut.
Pasien itu makin menjauh dan samar-samar aku mendapati sosok perempuan tidak
begitu tua yang tidak terlihat asing bagiku. Aku teringat, wanita itu adalah
wanita yang pernah berdiri menemani gadis kecil di halaman itu. Aku baru ingat
dulu ia menggunakan seragam putih-putih yang baru ku mengerti bahwa dia adalah
seorang perawat. Tak sempat aku menyapanya, karena posisinya aga lumayan jauh
dari tempat dudukku. “Mungkin dia kerja di rumah sakit ini” gumanku dalam hati.
Lamunanku buyar
ketika temanku menepuk bahuku sambil berkata bahwa kini giliranku yang masuk.
Aku pun bergegas masuk menjenguk temanku yang sedang sakit.
****
Hari ini
perkuliahanku sudah berakhir sejak waktu dhuhur. Aku berfikir untuk
menyegerakan pulang dan singgah melihat gadis kecil itu lagi. Sehabis makan siang aku pun bergegas pulang
dan kembali menyusuri gang-gang kecil tempat anak itu tinggal. Aku berdiri
menatap halaman rumah gadis tersebut. Aku tak mendapati gadis itu. Hanya ada
kursi kosong di halaman itu. Aku berfikir mungkin aku datang terlalu cepat. Aku
pun memutuskan untuk duduk di samping kursi itu sambil menunggu gadis itu
keluar dari rumah. Rumahnya tertutup. Aku fikir mungkin mereka sedang tidur
siang.
Aku tak sengaja
terlelap. Mungkin karena kelamaan menunggu jadi aku tertidur. Ku coba melirik
ke jam yang melingkar di tanganku, pukul lima sore. Ku palingkan wajahku ke
sebelah kiri, kursi itu kosong. Gadis itu tak keluar dari rumahnya. Aku pun
berdiri dan mengetuk-ngetuk pintu rumahnya mencoba membangunkan siapa tahu
mereka ketiduran. Tak ada jawaban dari dalam. Hening dan sunyi.
Ku coba lagi
datang pada esoknya. Tapi aku tak mendapatinya. Rumahnya pun masih nampak
tertutup rapat. Aku mencoba menunggu hingga senja bersembunyi di balik gelap,
tapi gadis kecil itu tak kunjung datang. Mungkin kini ia nginap di rumah
kakeknya, atau mungkin dia sedang berjalan-jalan karena bosan disini. Tapi aku
berfikir dia pasti kan kembali lagi.
Besok, besok dan
besoknya lagi aku datang dan menunggunya di samping kursi yang sering ia
duduki. Tapi gadis kecil itupun tak menampakkan dirinya. Aku merasa sangat
sedih, entah mengapa. Bahkan langit di senja hari pun seakan ikut menangis
karena tak ada lagi yang memandanginya.
Aku mulai bertanya pada
tetangga di sekitar rumah itu. Mereka pun tak tahu. Yang mereka tahu hanya ada
gadis kecil dan seorang pembantu tinggal disitu. Orang tua gadis itu bekerja di
luar negeri. Dan para tetangga pun jarang berinteraksi dengan pembantu itu.
Kata mereka, penghuni di rumah itu tak pernah keluar walau hanya sekedar
bercanda dengan tetangga. Oleh sebab itu, para tetangga pun tak pernah ambil
pusing dengan keluarga itu. Dan mereka tidak tahu menahu apa yang terjadi
dengan keluarga itu. Aku sedikit kecewa dengan pernayataan tetangga-tetangga
itu. Rasanya seperti ada yang hilang dari diriku. Sudah seminggu lamanya aku
menunggunya di halaman rumah. Tapi gadis kecil tak pernah muncul lagi.
Pada suatu hari aku mengunjungi rumah itu. Ada sedikit harapan
karena pintu rumah gadis kecil itu terbuka. Aku sangat bahagia. Aku pun
bergegas bergerak menuju rumah itu dan mengetuk-ngetuk pintunya. “Assalamu
alaikum” ku ucapkan hingga berulang-ulang kali. Dan akhirnya aku mendengarkan
jawaban “waalaikum salam” dari dalam rumah tersebut. Beberapa detik kemudian wanita yang ku lihat
di rumah sakit pada waktu yang lalu pun keluar. Aku bisa merasakan bahwa ada
raut keheranan saat dia melihatku berdiri di depan pintu.
Silahkan masuk dek. Pintanya sambil tersenyum. Aku pun membuka
sepatuku dan bergegas masuk. Tanpa basa basi aku pun langsung bertanya, “Gadis
kecil yang sering duduk di halaman itu kemena yah bu?” sambil menunjuk ke arah
halaman rumah. Wanita itu hanya senyum tipis. Aku melihat ada gumpalan air
sedang tertampung di matanya. Gadis itu bernama “laras” kata wanita itu.
“ dia kemana yah bu?” tanyaku penasaran.
“ sekarang dia tengah istirahat di tempat yang indah” sahut wanita
itu.
“Dimana bu?” tanyaku lagi.
“di syurga” jawabnya singkat.
Mendengar jawaban wanita itu, hatiku pun rasanya ingin meledak.
Sesak dan terasa menghimpit saluran pernafasanku. Aku hanya diam dan membisu.
Aku pun pamit dari
rumah gadis itu. Aku sudah tak sanggup bertanya lagi. Rasanya jawaban itu
menyumbat mulutku untuk berbicara. Sebelum pulang, wanita itu memberiku sebuah
buku tulis lusuh berwarna pink. dia mengatakan aku membacanya di rumah saja.
****
Aku duduk di teras
rumahku sambil menatap langit. Aku menatap langit yang menguning lalu berwarna
seperti emas kemudian gelap. Senja memang indah.
Semenjak membaca buku tulis lusuh itu, semenjak bertemu gadis kecil
itu dan semenjak aku berpisah dengan laras.
Aku mulai menyukai senja. Laras pergi tanpa pernah berbicara denganku. Tapi aku
senang karena dia telah membantuku melihat keindahan langit.
Laras kecil, pergi
menuju syurga. Ia pergi setelah bertengkar dengan awan mendung. Mereka sedang BEREBUT
SENJA. Laras merasa sedih ketika awan mendung menghalanginya bertemu dengan
senja. Tapi ia tak pernah menyalahkan awan mendung. Sebab ia merasa senja yang
menyuruh awan mendung untuk datang menutupinya. Ia pergi setelah berjuang untuk
tetap melihat senja. Ia pergi karena ia merasa tuhan lebih sayang padanya dari
pada senja. Sebab senja pergi ketika matahari juga pergi. Dan hanya datang
ketika matahari hendak pergi lagi.
Laras merasa bahwa
senja adalah sahabat terbaiknya. Dan awan mendung adalah sosok penganggu yang
menghalanginya bertemu sahabatnya. Dalam buku lusuh itu ia berkata, bahwa ia
Telah mendapat sahabat lagi selain senja. Yang menemaninya ketika senja
tertutup oleh awan mendung. Yaitu seorang kakak manis di balik pohon. kakak
manis yang sudah berani berdiri di dekatnya. Kakak manis yang tidak takut
tertular penyakitnya. Kakak manis yang mengajaknya bercerita.
Langganan:
Postingan (Atom)